TNI Penganiaya Jurnalis di Madiun Harus Diproses Hukum
- VIVA.co.id/Lucky aditya
VIVA.co.id – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam sejumlah lembaga profesi di Kabupaten Malang dan Kota Batu mendesak adanya proses hukum terhadap anggota TNI yang diduga menganiaya seorang jurnalis di Madiun pada Minggu, 2 Oktober 2016.
"Kami menyayangkan dan mengutuk keras segala tindakan yang mengintimidasi wartawan. Maaf akan kita terima, tapi proses hukum kasus ini harus tetap lanjut. Kita tuntut Panglima TNI untuk mengusut tuntas," kata ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Malang Deni Irwansyah, Senin, 3 Oktober 2016.
Sebelumnya, dugaan aksi penganiayaan oknum TNI dari Batalyon Infanteri 501 Raider Madiun ini terjadi pada Minggu, 2 Oktober 2016. Seorang jurnalis dari salah satu staisun televisi swasta bernama Soni Misdananto dianiaya dan kameranya dirusak lantaran merekam aksi pemukulan anggota TNI yang menganiaya warga setempat.
Pengakuan Soni, penganiayaan itu terjadi saat aktivitas iring-iringan peringatan tahun baru Islam atau Suroan. Ketika itu terjadi tabrakan iring-iringan di lampu merah. Soni pun bermaksud merekam kejadian itu.
Namun saat proses itu, muncul sejumlah anggota TNI dari Yonif 501 Raider Madiun justru memukuli para peserta konvoi. Soni pun tetap merekam peristiwa itu, hingga tiba-tiba sejumlah anggota TNI mendatangi dan menginterogasinya.
Usai menjelaskan identitasnya sebagai Kontributor Net TV, salah satu prajurit meneriaki kawan-kawannya yang terlibat pemukulan peserta konvoi.
Prajurit itu memberitahukan jika ada wartawan yang merekam pemukulan itu dan langsung menghentikan aksinya. Selanjutnya, Soni dibawa paksa menuju sebuah rumah yang terdapat banyak anggota TNI dan Polisi.
Soni menduga mereka adalah personel pengamanan gabungan yang ditugaskan menjaga peringatan Suroan di sepanjang jalan. Di tempat itu Soni kembali diinterogasi dan diminta menunjukkan tanda pengenalnya sebagai Kontributor Net TV. Selain itu, anggota TNI lainnya juga meminta kamera milik Soni dan mengambil memory card yang berisi rekaman pemukulan tersebut.
Di depan Soni, anggota TNI itu mematahkan memory card dan mengancam untuk tidak memberitakan. Di tengah interogasi dan intimidasi itu, sejumlah anggota TNI tiba-tiba masuk dan langsung menghajar Soni dengan brutal.
Diawali dengan pemukulan pada kepalanya menggunakan besi berbentuk lengkung, pipi kirinya juga ditonjok dengan keras. Pemukulan paling menyakitkan, menurut Soni, adalah tendangan lutut dari seorang prajurit yang menghantam badannya.
Dalam kondisi dikeroyok dan tak bisa melawan, Soni ditarik oleh seseorang dari kerumunan itu dan dipindahkan ke rumah salah satu warga yang menjadi lokasi penitipan sepeda. Belum lama menarik napas dari hajaran brutal TNI, seorang prajurit kembali mendatangi.
Dia meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Soni dan memotretnya menggunakan kamera ponsel. Usai memotret, anggota TNI itu mengancam agar Soni tidak memberitakan peristiwa yang terjadi. Jika berani memberitakan, anggota TNI akan mencari keberadaan Soni.
"Kami ingin aksi kekerasan ini ditindak karena merampas alat kerja wartawan masuk ranah pidana. Kita juga berharap informasi tugas-tugas pers menyentuh hingga prajurit di tingkat bawah, ini tugas pimpinan mereka," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Hari Istiawan. (ase)