Pimpinan KPK Sebut Suap Kepala Kejati DKI Tak Terpenuhi
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata, mengaku sudah baca putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, terkait kasus suap pejabat PT Brantas Abipraya kepada pejabat di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Suap diduga diberikan pada Kepala Kejati DKI Sudung Situmorang, dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.
Menurutnya, unsur-unsur suap dalam pertimbangan majelis hakim sempurna untuk para terdakwa, bukan kepada Sudung dan Tomo.
"Saya sudah baca, Jadi pertimbangan hakim perbuatan sempurna itu dari sisi pemberi. Pertimbangan hakim mengatakan pemberian suap itu tidak ada percobaan," kata Alexander di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 3 Oktober 2016.
Alexander mencontohkan seorang penyelenggara negara menerima sesuatu melalui istrinya. Namun lantaran tidak mengetahui apa-apa dengan pemberian itu, akhirnya si pejabat mengembalikan barang atau uang itu kepada KPK. Analogi ini dia buat untuk menggambarkan kasus ini.
"Jadi bukan sempurna terjadi kesepakatan (antara si pemberi dan penerima), tapi dari sisi pemberi itu sudah perbuatan yang sempurna, karena ada keinginan dari si pemberi untuk memberikan kepada Jaksa," kata mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakartai.
Meski begitu, kata Alexander, belum ada kesimpulan yang diambil pimpinan KPK terkait kasus suap Kejati DKI ini. Meski beberapa waktu lalu penyidik telah memberikan penjelasan mengenai putusan hakim pada pimpinan KPK.
"Tapi kami sedang lihat lagi, ada bukti-bukti lain lagi tidak," kata Alexander.
Dalam putusan kasus suap ini, ada perbedaan pendapat atau dissenting opinion hakim anggota sebelum vonis dibacakan. Dua hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan tidak ada meeting of mind, berupa pemberian janji atau sesuatu kepada Aspidsus Kejati DKI Tomo Sitepu dan Kepala Kejati DKI Sudung Situmorang.
Namun, tiga hakim lainnya berpandangan sebaliknya. Maka sesuai Pasal 182 ayat 6, jika hakim tidak tercapai mufakat, putusan diambil dari suara terbanyak.
Dalam kasus tersebut, Marudut terbukti menjadi perantara suap, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Marudut menurut hakim dinyatakan terbukti memberi suap pada Sudung dan Tomo.
Sementara itu, dua pejabat PT Brantas, Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno, masing-masing divonis 3 tahun dan 2,5 tahun penjara. Sudi diwajibkan membayar denda sebesar Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan penjara. Sedangkan Dandung, didenda Rp100 juta subsider dua bulan penjara.
Ketiganya terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (ase)