Polisi: Ada Oknum yang Suruh Bakar Gedung DPRD Gowa
- Antara/Abriawan Abhe
VIVA.co.id - Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) masih memburu seorang yang ditengarai sebagai otak, atau aktor intelektual di balik peristiwa pembakaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gowa pada Senin lalu, 26 September 2016.
Aparat Polda Sulsel telah menangkap tujuh orang yang diketahui terlibat dalam aksi pembakaran itu. Tetapi mereka bukan aktor inteletual alias dalang, melainkan hanya diperintahkan seseorang. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, ada pelaku yang mengaku disuruh seseorang.
“Ada oknum yang menyuruh mereka melakukan pembakaran gedung. Otak pembakaran gedung DPRD Gowa masih dalam pengejaran. Kami miliki bukti rekaman CCTV (kamera pengawas) yang menyuruh mereka itu," kata Juru Bicara Polda Sulsel, Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera, kepada wartawan di Makassar pada Kamis 29 September 2016.
Polisi meringkus tujuh pelaku yang masih di bawah umur dan warga asli Gowa. Mereka, antara lain, MR (14 tahun), NA (15 tahun), MUR (15 tahun), MUS (15 tahun), AR (16 tahun), SF (16 tahun), dan MY (17 tahun). Pelaku MR dan NA ditengarai sebagai pelaku utama kasus pembakaran.
"Dari hasil rekaman CCTV (kamera pengawas), dua anak ini terlihat mengambil ban, membawa bensin masuk kantor DPRD, kemudian menggulung karpet dan membakarnya," kata Frans.
Peran kelima rekan mereka, menurut polisi, mengumpulkan sejumlah kursi untuk ditumpuk di satu ruangan. "Mereka terlihat membantu mengangkat dan mengumpulkan kursi di salah satu ruangan di DPRD Gowa.”
Ketujuh tersangka itu ditangkap di persembunyiannya di lokasi berbeda, yang tersebar di lima kecamatan di Gowa. Polisi masih memburu tujuh orang lain yang tertangkap kamera melakukan perusakan.
Tersangka anak di bawah umur itu masih menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Susel. Mereka tetap akan mendapatkan hak sesuai Undang-undang tentang Perlindungan Anak, termasuk akan didampingi psikiater anak.
Mengenai keterlibatan anggota komunitas adat pada pembakaran gedung milik pemerintah itu, Frans mengatakan bahwa penyidik belum mengambil kesimpulan. "Saat ini, juga kita masih lakukan pengembangan. Kita juga fokus untuk menangkap yang masih buron dulu," katanya.
Polemik adat
Aksi unjuk rasa di gedung DPRD Gowa terjadi pada Senin lalu, 26 September 2016. Massa yang menamai diri Aliansi Masyarakat Peduli Kerajaan Gowa meminta benda pusaka Kerajaan Gowa yang diambil alih Pemerintah Daerah dikembalikan kepada Balla Lompoa (Istana Kerajaan Gowa). Mereka juga meminta Peraturan Daerah tentang Lembaga Adat Daerah (Perda LAD) Gowa dicabut.
Namun, aksi massa itu berujung kericuhan. Ratusan orang tiba-tiba masuk menyerang dan mengejar aparat Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga di lokasi. Mereka juga mengejar pegawai dan merusak sejumlah fasilitas gedung. Ada yang membawa botol berisi bensin. Ada pula orang yang membawa petasan dan meledakkannya di dalam gedung DPRD.
Tak lama kemudian, suara ledakan terdengar dari dalam gedung, hingga kantor pemerintah itu terbakar dari dalam. Para pegawai dan legislator di dalam gedung itu berhamburan keluar. Bahkan beberapa di antaranya terjebak dan terpaksa dievakuasi lewat jendela.
Polemik antara Pemerintah Kabupaten dan keluarga ahli waris Kerajaan Gowa beserta pendukungnya berawal dari disahkannya Perda LAD Gowa. Perda itu menyebutkan bahwa Bupati Gowa menjalankan fungsi sebagai Sombaya (Raja).
Ahli waris Kerajaan Gowa menolak perda itu. Mereka menyebut Bupati Gowa tidak berhak menjadi Raja, karena bukan keturunan Raja. (asp)