Tiga Terduga Pelaku Pembakaran Kantor DPRD Gowa Ditangkap
- VIVA.co.id/Sahrul Alim
VIVA.co.id – Pihak kepolisian menangkap tiga orang pria usai pembakaran terhadap kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gowa, Selasa, 27 September 2016. Ketiga pria itu mengenakan pakaian hitam, diangkut menggunakan mobil patroli Polres Gowa.
Dari pantauan, dengan pengawalan ketat ketiganya langsung ditempatkan di salah satu ruangan Polres Gowa, pukul 00.01 WITA dini hari tadi, Selasa, 27 September 2016. Ketiganya langsung dibawa ke ruang Unit Tindak Pidana Tertentu Polres Gowa.Â
"Ya, ada tiga orang pria diamankan tadi dini hari, mereka terduga pelaku. Saat ini masih diamankan di Polres Gowa. Untuk identitasnya, nanti akan diinfokan lagi," kata Juru Bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera, Selasa, 27 September 2016.
Dia pun belum mengetahui motif ketiga orang itu melakukan pembakaran, karena penyelidikan masih berlangsung. "Mereka masih diperiksa di Polres Gowa," kata dia.
Sebelumnya, massa yang berjumlah ratusan melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Gowa di Jalan Mesjid Raya, Kecamatan Somba Opu, Gowa. Ratusan orang itu tiba-tiba menyerbu masuk sekitar pukul 12.00 WITA, Senin, 26 September 2016, .Â
Massa dari Aliansi Masyarakat Peduli Kerajaan Gowa itu meminta agar benda pusaka kerajaan Gowa yang diambil alih pemerintah daerah dikembalikan ke Balla Lompoa.Â
Dari pantauan VIVA.co.id, massa merangsek masuk mengejar petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga di lokasi. Mereka juga mengejar dan merusak sejumlah fasilitas gedung. Ada yang membawa botol berisi bensin, ada pula orang yang membawa petasan dan meledakkannya di dalam gedung DPRD.
Tak lama kemudian, suara ledakan terdengar dari dalam gedung, hingga gedung terbakar dari dalam. Pegawai dan legislator yang berada di dalam gedung berhamburan keluar. Beberapa di antaranya juga terjebak di dalam dan terpaksa dievakuasi lewat jendela.
Polemik antara pemerintah kabupaten dan keluarga ahli waris kerajaan Gowa beserta pendukungnya, berawal dari disahkannya Peraturan Daerah Lembaga Adat Gowa. Perda itu menyebutkan Bupati Gowa menjalankan fungsi sebagai Sombaya atau raja.
Sementara pihak ahli waris kerajaan Gowa menolak perda tersebut. Mereka menyebut Bupati Gowa tidak berhak menjadi Sombaya karena bukan keturunan raja.
Juru Bicara Kerajaan Gowa, Andi Hasanuddin, mengungkapkan, pihak ahli waris sudah sejak lama menentang perda itu, mulai dari penyusunan, pembahasan, hingga disahkan. Mereka menilai perda tersebut merusak tatanan budaya di Gowa.Â
"Perda itu meresahkan masyarakat, karena dinilai dapat merusak tatanan budaya dan adat kerajaan. Bahkan merampas hak keturunan raja yang sudah turun temurun," kata Andi Hasanuddin.