Jaksa Agung: Kasus Mirna Mirip Pembunuhan Munir
VIVA.co.id - Jaksa Agung HM Prasetyo menilai kasus kematian Wayan Mirna Salihin mirip dengan kasus pembunuhan aktivis Munir. Meski begitu, menurut Prasetyo, kasus Mirna seharusnya lebih mudah diungkap secara terang benderang.
"Ini mirip pembunuhan Munir. Bahkan sebenarnya lebih mudah. Kita berkutat dengan petunjuk," kata Prasetyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 26 September 2016.
Diketahui, Munir selama ini dikenal sebagai sosok aktivis yang vokal menentang pelanggaran HAM. Munir meninggal pada 7 September 2004 karena diracun arsenik dalam perjalanan menuju Belanda.
Munir ditemukan meninggal dunia di kursi pesawat dua jam sebelum mendarat di Amsterdam, Belanda. Pelaku pembunuhan, Pollycarpus Budihari Priyanto, telah dijatuhkan vonis 20 tahun penjara.
Jaksa Agung mengatakan, kasus pembunuhan Mirna menjadi sulit ketika ada dinamika yang terjadi di belakang.
Dia pun bercerita tentang Australia yang pernah meminta agar Jessica tidak dituntut mati, ketika Kejaksaan meminta izin ke pemerintah Australia untuk menghadirkan saksi dari Australia.
"Mereka (Australia) ajukan syarat, 'kami penuhi berikan izin, asal tidak ada tuntutan mati'," ujar Prasetyo.
Prasetyo kemudian mengatakan pihaknya tidak bisa menjamin bila hakim memutuskan hukuman mati terhadap Jessica, walau Kejaksaan mengiyakan permintaan pemerintah Australia itu.
"Saya sampaikan, 'baik kami ikuti. Tapi kalau hakim memutuskan (hukuman mati), itu di luar kewenangan kita'," kata Prasetyo.
Sidang lanjutan kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 26 September 2016.
Dalam sidang yang ke-25 hari ini, Majelis Hakim memberi kesempatan kepada Jaksa Penutut Umum (JPU) dan juga penasihat hukum Jessica untuk menghadirkan saksi.
JPU diberi satu kesempatan lagi untuk menghadirkan saksi mereka yang sempat tertunda pada sidang sebelumnya.
"Kami akan hadirkan satu saksi lagi, dia teman Jessica di Australia," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ardito Muwardi.