ICW Geram Koruptor Boleh Ikut Pilkada 2017
- wordpress.com
VIVA.co.id – Peneliti Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, mengkritisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 tahun 2016 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. PKPU itu tidak mengatur larangan bagi koruptor untuk maju mencalonkan diri dalam Pilkada mendatang.
Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f2 PKPU tersebut, diatur bahwa Warga Negara Indonesia dapat menjadi calon kepala daerah dengan memenuhi persyaratan, dan bukan mantan terpidana bandar narkoba atau kejahatan seksual terhadap anak.
"Menurut saya DPR itu sadar, (larangan koruptor maju Pilkada) akan mengganjal kawan-kawannya sendiri. Itu akal-akalan saja," ucap Donal saat dihubungi, Jumat, 16 September 2016.
Padahal, Donal menilai, dampak kasus korupsi tidak kalah signifikan dibandingkan kejahatan seksual, atau narkoba.
"Jadi kalau kita bicara kejahatan seksual, bandar narkoba, dampak korupsi tidak kalah signifikan. Justru kita tidak pernah dengar dia (narapidana kejahatan seksual) mau maju jadi kepala daerah, kecuali yang di Garut (Aceng Fikri)," ungkap dia.
Donal berujar, Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah menganulir larangan mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai peserta Pilkada.
Pada putusan Mahkamah Konstitusi, Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota, dinyatakan inkonstitusional bersyarat, sepanjang narapidana yang bersangkutan jujur di depan publik.
"MK sudah beri lampu hijau, membatalkan pasal Undang-Undang Pilkada soal mantan narapidana dan orang yang sudah punya ikatan keluarga. Jadi menurut saya pasal itu sulit masuk kembali bagi mantan terpidana," kata Donal.
Menurutnya, aturan ini ingin menunjukkan sikap dan komitmen anggota parlemen seolah-olah luar biasa terhadap pemberantasan narkoba atau kejahatan seksual. Namun Donal melihat aturan itu tak istimewa, karena melihat sedikitnya narapidana di kedua kasus itu yang mencalonkan diri dalam Pilkada.
"Dia (DPR) buat aturan yang seolah-olah luar biasa, tapi hanya basa basi saja. Karena jarang terdengar bandar narkoba dan kejahatan seksual jadi kepala daerah. Pasal ini akal-akalan saja, dan kalau diberikan maka akan mengganjal kawan-kawannya sendiri," ungkap Donal.
Sebelumnya, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay beralasan, aturan yang dianut KPU sesuai Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
"Jadi begini, itu kan pesan UU juga. Silahkan dicek di-UU, itu bunyinya hanya kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba," ungkap Hadar di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Jumat 16 September 2016.
Hadar menegaskan, di dalam undang-undang itu hanya diatur larangan maju Pilkada, bagi mantan terpidana bandar narkoba atau kejahatan seksual terhadap anak. Sedangkan mantan terpidana korupsi tidak dilarang.
Sementara dalam aturan penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf (g) Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang dimaksud dengan 'mantan terpidana' adalah orang yang sudah tidak ada hubungan, baik teknis pidana maupun administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, kecuali mantan terpidana bandar narkoba dan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.