Penyuap Panitera PN Jakarta Pusat Dihukum 4 Tahun Penjara
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno, hukuman empat tahun penjara dan denda Rp150 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Doddy dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution senilai Rp150 juta, untuk mengatur sejumlah perkara.
Dia dinilai melakukan tindak pidana sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 ayat (1), joncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mengadili, menyatakan terdakwa (Doddy) terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Hakim Sumpeno saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl. Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu, 14 September 2016.
Dalam menjatuhkan putusan majelis juga mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Perbuatan Doddy dinilai tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi, dan tidak mengakui perbuatannya selama persidangan, menjadi pertimbangan yang memberatkan. Sementara yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Merespon vonis ini, baik Doddy maupun Penuntut Umum pada KPK menyatakan pikir-pikir dulu, sebelum mengambil langkah selanjutnya untuk mengajukan banding atau menerima putusan.
Untuk diketahui, vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum KPK, yaitu pidana lima tahun penjara, denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam analisa yuridis, hakim menguraikan bahwa Doddy memberikan Rp100 juta kepada Edy karena membantu menunda aanmaning (penundaan surat teguran) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana. Doddy juga memberikan Rp50 juta pada Edy atas jasanya membantu menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL), meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang.
Pemberian uang ini dilakukan dua kali, pada 18 Desember 2015 sejumlah Rp100 juta, dan 20 April 2016 sejumlah Rp50 juta. Doddy menyerahkan uang itu di basement Hotel Acasia.
Dalam pemberian uang tersebut, Doddy bekerja sama dengan Wresti Kristian Hesti, atas persetujuan Eddy Sindoro. Pemberian uang juga melibatkan Komisaris PT Paramount Ervan Adi Nugrohi.
Doddy juga dinilai terbukti membantu Ervan yang merupakan Direktur PT Jakarta Baru Cosmopolitan terkait kasus tanah. Doddy bersama Hesti menghubungi Edy Nasution supaya membantu mengubah putusan pengadilan terkait eksekusi tanah PT JBC.
"Pemberian uang Rp 100 juta untuk pengenaan annmaning, Rp50 juta terkait kepailitan PT Across Asia Limited, dan pendundaan eksekusi Paramount milik PT Jakarta Baru Comopolitan.”
(mus)