Sejuknya Tradisi Idul Adha di Pulau Garam
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id – Bagi warga Pulau Madura, Jawa Timur, Hari Raya Idul Adha direspons seperti laiknya Hari Raya Idul Fitri. Bahkan, penyambutan warga akan hari rayanya jemaah haji itu lebih antusias daripada Idul Fitri.
Di Madura, Idul Adha biasa disebut dengan Tellasan Reajheh. Tellasan artinya perayaan, sedangkan Reajheh gabungan dari dua kata, yakni are (hari) dan rajheh (besar).
Karena perayaan besar, biasanya warga Madura yang bekerja di luar akan pulang untuk merayakan Idul Adha di kampung halaman. Tradisi mudik ini disebut dengan toron. Terutama bagi warga Bangkalan dan Sampang, tradisi toron seakan wajib saat Idul Adha.
Sama dengan Idul Fitri, warga Madura merayakan Idul Adha dengan kegiatan utama salat Id dan silaturahmi ke tetangga dan kerabat. Yang tak kalah asyik dan guyub ialah berbagi penganan dan dimakan bersama-sama di masjid atau musala.
Seperti terlihat di Desa Brekas, Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan. Masyarakat di desa ini sudah mulai sibuk bersiap diri sejak malam takbiran. Ibu-ibu memasak menyiapkan penganan yang akan dibawa ke masjid atau musala untuk dimakan bersama.
Penganan khas Idul Adha di Brekas sama dari dulu. Yakni nasi dengan lauk utama ayam kampung berkuah santan. Bagi yang mampu, penganan ringan seperti kue juga diantarkan ke tempat salat Id.
Begitu selesai salat, masing-masing jemaah lantas diberi piring berisi lauk ayam berkuah santan. Satu-satu mereka lalu mengambil nasi di panci atau nampan. Mereka makan bersama. "Ini tradisi yang tetap harus dilestarikan," kata Mat Raji, warga setempat, Senin, 12 September 2016.
Setelah itu, baru kegiatan silaturahmi antar tetangga dan kerabat dilakukan, laiknya silaturahmi yang biasa dilakukan oleh muslim di Indonesia saat Idul Fitri. Keliling silaturahmi ini bisa berlangsung hingga tiga hari.