Puluhan Hewan Kurban Ditemukan Idap Cacing Hati
- VIVA/Irwandi Arsyad
VIVA.co.id – Petugas menemukan banyak penyakit cacing hati pada hewan kurban yang disembelih di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Data sementara yang telah dikumpulkan Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) di 624 titik penyembelihan, dari 5.133 hewan kurban ditemukan 57 hewan terkena cacing hati.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dispertahut Bantul Pulung Haryadi menyampaikan, data yang sudah masuk itu baru 30 persen dari pantauan yang dilakukan petugas di 17 kecamatan. Secara detail, dari 5.133 hewan kurban itu, sapi sebanyak 1785 ekor, kambing 1304 ekor dan domba 2044 ekor. Kasus cacing hati ditemukan pada 46 sapi, tujuh domba dan empat kambing.
"Bagian yang terkena cacing hati langsung diminta dipotong dan tidak dikonsumsi," katanya, Senin 12 September 2016.
Menurut Pulung, selain kasus cacing hati itu ditemukan pula kasus satu ekor hewan kurban di Kecamatan Sewon bagian paru-parunya tidak normal. Bagian itu pun diminta dipisahkan dan tidak ikut dikonsumsi. Upaya ketat yang dilakukan petugas saat pengawasan itu dilakukan untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat yang akan menikmati daging kurban.
"Secara keseluruhan, temuan cacing hati ini sedikit, daging kurban aman untuk dikonsumsi," ujarnya.
Di sisi lain, saat Hari Raya Idul Adha, rupanya masyarakat banyak yang melakukan aktivitas mencuci bagian rumen (jeroan) hewan kurban di sungai. Diantaranya yang dilakukan masyarakat di wilayah Sitimulyo, Piyungan, dimana jeroan hewan kurban dicuci di Sungai Opak yang ada di dekat jalan menuju tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan. Kemudian, di bawah Jembatan Segoroyo, Pleret dan di bawah jembatan Sungai Oyo yang ada di perbatasan Dodokan, Dlingo, Bantul dengan Getas, Playen, Gunungkidul.
Seorang warga ditemui tengah mencuci jeroan bersama rombongannya di Sungai Opak, Piyungan mengaku sudah bertahun-tahun saat kurban mencuci jeroan di sungai. Alasannya, untuk membersihkan kotoran yang ada memang dibutuhkan banyak air, sehingga banyak yang memilih di sungai.
"Sudah tiap tahun memang begini, kalau sudah bersih nanti dicuci di sumur," ucap warga yang enggan menyebutkan namanya itu.
Disinggung masalah itu, Pulung menyebutkan, mencuci jeroan di sungai itu untuk jeroannya sendiri tidak terlalu berpengaruh, karena nantinya dibilas kembali. Hanya saja dengan mencuci jeroan di sungai tentu banyak kotoran yang dibuang ke sungai, sehingga mengakibatkan pencemaran.
"Padahal sebenarnya bila dimanfaatkan limbah jeroan itu bisa untuk pembuatan pupuk organik," katanya.