Idul Adha, Ribuan Sapi Pemakan Sampah di Semarang Laku Keras
- VIVA/Dwi Royanto
VIVA.co.id – Ribuan sapi pemakan sampah di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, laris manis jelang Hari Raya Idul Adha 2016. Bahkan, permintaan sapi untuk kurban di wilayah tersebut cukup tinggi setiap harinya.
Di kawasan TPA Jatibarang, setidaknya ada 3.000 ekor sapi pemakan sampah yang digembala secara bebas. Sapi-sapi tersebut dimiliki oleh warga sekitar yang digembala di area TPA sejak pagi hingga sore hari.
Umar (51 tahun), salah satu pemilik sapi mengakui penjualan sapi di wilayah TPA Jatibarang tetap laku, meski saban harinya memakan sampah. Menurutnya, kekhawatiran warga akan kandungan logam pada sapi tidak berpengaruh terhadap penjualan di momen Idul Adha.
"Tiap hari peternak sapi sini bisa menjual antara tiga sampai empat ekor sapi tiap harinya. Rata-rata per ekor Rp10-15 juta, " kata Umar ditemui VIVA co.id di kawasan TPA Jatibarang Semarang, Sabtu, 10 September 2016.
Warga yang tinggal di desa Bambang Kerep RT 01/RW 04, Kedungpane, itu mengklaim, meski sapi-sapi di TPA pemakan sampah, namun kandungan logam pada daging tidak menjadi masalah. Karena ribuan sapi itu selalu diperiksa rutin oleh Dinas Peternakan.
"Bahkan dianjurkan oleh Dinas Pertanian untuk mengurangi logam dalam tubuh sapi, jika malam diberi makan rumput. Karena rata-rata satu keluarga punya 65 ekor sapi di sini, " ujarnya.
Namun demikian, keluhan pembeli sapi di kawasan TPA tetap ada. Utamanya terkait penanganan sapi yang cukup sulit. Sebab, sapi-sapi di TPA selalu digembala dengan bebas dan tak pernah diberi tali pada kepala, sehingga menyulitkan saat hendak disembelih.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Kota Semarang, Rusdiana, menyatakan, khusus sapi pemakan sampah di TPA Jatibarang, pihaknya memberikan syarat khusus jika dilepas untuk dijual bebas. Salah satu syarat adalah karantina selama tiga sampai empat bulan.
"Di masa karantina itu sapi hanya boleh makan rumput untuk menetralisir tubuhnya dari kandungan timbal. Karena ada penelitian kalau sapi-sapi yang diliarkan dan makan sampah, dagingnya sedikit mengandung timbal dan tak layak konsumsi, " jelas Rusdiana.
Jika ada pemilik sapi sampah tetap nekat menjual sapi tanpa karantina, berarti kata Rusdiana, mereka menjual secara ilegal.
"Kita tidak memberikan izin, melarang menjual sapi yang di sampah itu. Kalau dijual ya ilegal, tidak ada keterangan sehat. Dinas tidak mengeluarkan izinnya," tutur dia.