KPK: Kasus Pajak BCA Belum 'Tutup Buku'
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan menindaklanjuti kasus dugaan korupsi permohonan keberatan pajak yang diajukan PT Bank Central Asia (Tbk).
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati menegaskan, pihaknya membuka peluang melanjutkan pengusutan kasus yang menjerat mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo tersebut.
"Masih ada kemungkinan ditindaklanjuti. Maka akan ditindaklanjuti," kata Yuyuk, di kantornya, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat, 9 September 2016.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Laode Muhamad Syarif mengatakan, pihaknya tidak ingin tergesa-gesa kembali menetapkan Hadi Purnomo sebagai tersangka. KPK akan mempelajari kasus itu dulu.
"Sebelum menetapkan lagi itu kan harus kami pelajari dulu, apa sisi kelemahan, kenapa sampai kalah di praperadilan. Jadi kami enggak mau buru-buru. Kan enggak akan lari juga kasusnya," kata Laode.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad pernah menyebut, Hadi diduga memerintahkan Direktur PPH Ditjen Pajak agar mengubah kesimpulan keberatan pajak PT Bank Central Asia Tbk atas transaksi Rp 5,7 triliun, dari semula menolak keberatan BCA menjadi menerima.
Untuk diketahui, pada 17 Juli 2003, BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi non-performing loan (NPL) sebesar Rp 5,7 triliun kepada Direktorat PPH. Selanjutnya, pada 13 Maret 2004, mengirim surat kepada Dirjen Pajak, keberatan BCA ditolak.
Pada 18 Juli 2004, Hadi Purnomo selaku dirjen pajak, melalui nota dinas memerintahkan Direktur PPH agar mengubah kesimpulan. Dia meminta, dari semula ditolak agar diubah, menjadi seluruh keberatan BCA diterima.
Pada saat yang sama, Hadi Purnomo menerbitkan Surat Keputusan Dirjen Pajak yang menerima seluruh keberatan wajib pajak BCA. Setelah mengirim nota dinas, Dirjen Pajak tidak memberi waktu bagi Direktur PPH untuk mengkaji kembali, karena itu Dirjen Pajak langsung menerbitkan SK menerima seluruh keberatan BCA.
Hadi yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, akhirnya lolos dari jeratan hukum setelah MA menolak PK yang diajukan jaksa KPK pada persidangan 16 Juni 2016 lalu.
Majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Salman Luthan tidak menerima permintaan jaksa karena sesuai putusan MK dan pasal 263 ayat 1 KUHAP, yang berhak mengajukan praperadilan hanya terpidana dan ahli warisnya.
Dalam putusan sidang praperadilan, Hakim Haswandi memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan kasus Hadi Poernomo. Padahal, KPK tidak mempunyai kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.
(mus)