JK: Barang Palsu Yang Tidak Murah Cuma Gigi Palsu
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla turut prihatin dengan maraknya barang-barang palsu yang banyak beredar di masyarakat akhir-akhir ini, baik itu beras palsu, vaksin palsu hingga obat palsu. Dia menyebut barang-barang palsu banyak bermunculan karena harganya yang lebih murah.
Menurut dia, ada sebagian masyarakat yang mengetahui mengenai barang palsu tersebut, namun tetap memakainya.
"Yang palsu itu kan serba murah, yang palsu yang tidak murah cuma gigi palsu," kata Kalla sambil berkelakar di Kantor Wakil Presiden, Jumat 9 September 2016.
Terkait fenomena itu, Kalla menyebut bahwa kinerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) harus lebih ditingkatkan. Dia menyebut BPOM harus lebih aktif untuk bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.
Selain itu, Kalla menilai pengetahuan masyarakat untuk lebih ditingkatkan, agar lebih bisa memilah barang asli atau palsu. Menurut dia, hal tersebut memerlukan keterlibatan sejumlah pihak, termasuk media.
"Kita harus bersama-sama dengan media untuk mengajar konsumen juga karena semua makanan, minuman, obat apalagi selalu ada expired datenya di bawah itu. Persoalannya, kenapa mau beli kan, terkecuali dia palsukan lagi dia punya boksnya kan. Tapi kalau boks asli atau malah tabletnya masing-masing selalu ada expired date disitu. Jadi dokter atau siapapun harus mengajarkan konsumen juga," papar Kalla.
Sebelumnya diberitakan, Polisi dan BPOM merazia toko-toko obat di Pasar Pramuka dan Pasar Kramat Jati. Razia merupakan tindak lanjut setelah pada Kamis, 1 September 2016, polisi menggerebek sebuah rumah di kawasan Matraman, yang dijadikan tempat penyimpanan berbagai obat kedaluwarsa.
M, pemilik rumah, menjual obat kedaluwarsanya di Toko Obat Mamar Gucci di Pasar Pramuka. Baik M yang telah ditetapkan sebagai tersangka, atau pemilik toko lain yang terbukti menjadi pengedar obat kedaluwarsa, terancam hukuman berlapis.
Pasal 196 jo Pasal 98 Ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan memberi ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar. Pasal 62 jo Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberi ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.