Cerita Mendebarkan Pengacara Prodeo Dampingi 500 Pengedar

Fariji, pengacara prodeo spesialis perkara narkotika, ditemui di sebuah warung kopi di sekitar Pengadilan Negeri Surabaya pada Jumat, 9 September 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id - Pria setengah baya ini bisa dibilang pengacara spesialis perkara narkotika. Sejak 2012 sampai sekarang, dia sudah mendampingi lebih 500 pesakitan terjerat kasus narkotika, dari pecandu hingga bandar. Tak jarang ancaman datang dari jaringan klien yang ia dampingi.

Menko Yusril Jelaskan Dasar Hukum Pemulangan Terpidana Mati Mary Jane ke Negara Asalnya

Dia adalah Fariji. Bernaung di bawah sebuah lembaga bantuan hukum (LBH), pria 53 tahun itu mulai aktif mendampingi para pesakitan sejak tahun 2012, setahun setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum diberlakukan. 

Karena berpraktik di bawah LBH, klien Fariji pun kebanyakan pesakitan dari kalangan tidak mampu. "Ada klien yang datang sendiri, syaratnya bawa SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Ada yang penunjukan, baik dari Kepolisian atau pengadilan,” ujarnya saat ditemui VIVA.co.id di Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat, 9 September 2016.

Sinergi Bea Cukai dan BNN Gagalkan Penyelundupan 19 Kilogram Sabu di Teluk Palu

Soal materi atau bayaran, Fariji mengaku hanya memperoleh dari negara yang dianggarkan untuk bantuan hukum tersangka atau terdakwa miskin. Dia memperoleh Rp5 juta per perkara. "Itu mengawal klien dari awal sampai selesai. Fee-nya (bayaran) dibagi-bagi dengan tim. Di LBH saya semua ada lima orang," ujarnya.

Fariji mengaku tak pernah menerima imbalan atau bayaran dari keluarga kliennya. "Kalau menerima, saya salah. Itu melanggar Undang-Undang yang mendasari LBH saya berpraktik," ujarnya.

Bea Cukai dan Polda Sumut Temukan 30 Kilogram Sabu di Sampan Nelayan

Tapi, soal bayaran di luar anggaran dari negara, Fariji menceritakan pengalaman menarik. Ia mengaku sering menerima telepon gelap dari seseorang tak dikenal, saat mendampingi tersangka atau terdakwa pengedar atau bandar narkotika. 

"Pernah telepon begini, 'Kalau Anda mendampingi biasa-biasa saja, ada (imbalan) nanti dari kami'," kata Fariji menceritakan ulang. "Ketika saya telepon balik, sudah tidak aktif nomornya. Mungkin menggunakan kartu sekali pakai."

Fariji menduga si penelepon adalah jaringan klien yang dia dampingi. Si penelepon sepertinya memberi pesan atau ancaman halus agar tidak mengorek-korek jaringan kliennya. "Selesai mendampingi tidak ada apa-apa. Tidak ada orang juga beri uang saya. Kalau pun ada saya pasti tolak," katanya.

Ada juga penelepon gelap dengan bahasa ancaman. "Pernah telepon masuk begini, 'Anda kalau mendampingi, ya, mendampingi saja, jangan macam-macam'. Bolak-balik diancam bunuh," ujar Fariji. Dia tidak tahu si penelepon rekan dari klien siapa. "Karena yang saya tangani kadang berbarengan."

Kerap pula Fariji merasa dibuntuti setelah mendampingi terdakwa narkotika, di antaranya, di Pengadilan Negeri Sidoarjo beberapa waktu lalu. "Saya pulang habis sidang. Ada orang membuntuti. Karena khawatir, saya belok ke kantor Polsek pura-pura mau kencing. Satu jam menunggu habis itu saya pulang. Aman," katanya.

Kendati kerap dihantui ancaman dan pesan gelap, Fariji mengaku tidak kapok mendampingi orang terjerat perkara narkotika. "Kasihan karena kebanyakan yang saya dampingi orang tak mampu yang jadi korban para pengedar dan bandar. Alhamdulillah, beberapa klien lolos vonis mati," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya