Hujan Akan Naik 200 Persen, Korban Jiwa Sudah 157

Sejumlah warga mengungsi saat banjir menggenangi pemukiman warga di Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, Minggu (19/6/2016).
Sumber :
  • ANTARA/Hendra Nurdiyansyah

VIVA.co.id – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mendeteksi munculnya fenomena La Nina meskipun masih lemah pada akhir Agustus 2016. Diprediksi La Nina bertahan hingga awal 2017. Selain La Nina, juga terjadi fenomena Dipole Mode negatif yang diprediksi bertahan hingga November 2016.

BMKG: Waspada Hujan Lebat Dalam Sepekan ke Depan

Dengan fenomena alam itu, kondisi anomali suhu muka laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia akan terjadi. Kemudian akan menyebabkan tingginya curah hujan di Sumatera dan Jawa bagian Barat.

Selain itu, BMKG juga memperkirakan musim “kemarau basah” akan berlangsung sampai dengan September di sebagian besar wilayah Indonesia. Curah hujan hingga 200 persen diperdiksi akan terjadi di Pulau Jawa, Sulawesi bagian timur, Papua bagian tengah dan Kalimantan serta Sumatera bagian selatan.

Kombinasi antara La Nina, Dipole Mode, dan anomali suhu muka air laut yang hangat telah memberikan dampak signifikan meningkatnya bencana di Indonesia saat ini. Pada periode 1 Januari 2016 hingga 1 September 2016, terdapat 1.495 kejadian bencana di Indonesia yang menyebabkan 257 orang meninggal dunia, 2,86 juta orang menderita dan mengungsi. Selain itu, ribuan rumah rusak dan lebih dari 95 persen dari bencana tersebut adalah bencana hidrometeorologi yang dipengaruhi oleh cuaca.

Longsor adalah jenis bencana yang paling mematikan saat ini. Hingga 1 September 2016 terdapat 323 kejadian longsor yang menyebabkan 126 orang meninggal dan 18.655 jiwa menderita dan mengungsi. Sedangkan banjir mencapai 535 kejadian dengan dampak 70 orang meninggal dan 1,94 juta jiwa menderita dan mengungsi akibat banjir.

Hal ini juga terjadi pada periode La Nina sebelumnya seperti tahun 2010 dan 2011, Indonesia mengalami curah hujan di atas normal, terutama di Pulau Jawa, Maluku, Sulawesi, Sumatera bagian selatan, Kalimantan dan Papua yang menyebabkan hujan lebat dan lebih tinggi daripada curah hujan normal sehingga meningkatkan risiko bencana banjir dan longsor. Selama periode La Nina dengan intensitas sedang tersebut bencana banjir dan longsor meningkat.

Dibandingkan dengan kejadian bencana pada tahun 2015, jumlah korban meninggal dan hilang pada tahun 2016 mengalami peningkatan 54 persen dari 167 pada 2015 menjadi 257 pada pertengahan 2016. Secara keseluruhan jumlah kerusakan juga mengalami peningkatan dibandingkan 2015. Diprediksi dampak bencana 2016 akan terus meningkat hingga akhir tahun nanti.

Sebaliknya meningkatnya curah hujan memberikan dampak positif yaitu menurunnya jumlah kebakaran hutan dan lahan, dan kekeringan. Daerah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatera bagian Selatan dan sebagian Kalimantan yang biasanya kekeringan. Saat ini intensitas kekeringan sangat kecil. Tidak banyak lahan pertanian yang kekurangan air. Kekeringan hanya terjadi di beberapa daerah yang memang endemik kekeringan karena faktor geologis dan hidrometeorologis.

Begitu juga kebakaran hutan dan lahan. Meningkatnya curah hujan selama musim kemarau dan upaya pemerintah yang lebih baik dibandingkan sebelumnya dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan luas kebakaran hutan dan lahan lebih menurun, baik jumlahnya mapun sebarannya. Jumlah hotspot dari satelit Modis terdapat penurunan 61 persen hingga periode akhir Agustus.

Masyarakat diminta untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaannya dari ancaman banjir dan longsor terkait adanya peningkatan curah hujan. BMKG melaporkan prakiraan awal musim hujan pada September 2016 hingga awal 2017 di sebagian besar wilayah Indonesia. Pada Agustus – November 2016 mencapai 92,7 persen.Secara umum diprakirakan 51 persen normal, 48 persen di atas normal, dan hanya 1 persen di bawah normal.