Migrant Care: TKI Ilegal Bisa dengan Modus Haji dan Umrah
- Satria Lubis (Medan)
VIVA.co.id - Migrant Care, organisasi advokasi pekerja migran, merilis laporan hasil investigasi seputar praktik ilegal pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Investigasi yang dilakukan pada pertengahan tahun 2015 itu menunjukkan ada kelompok tertentu yang disebut mereka mafia TKI.
Para mafia TKI itu ditengarai dari berbagai profesi, mulai politikus, pebisnis, bahkan oknum kepala daerah. Mereka diduga memiliki saham di perusahaan penempatan TKI swasta (PPTKIS).Â
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, tetap ada saja PPTKIS yang memberangkatkan pekerja imigran meski pemerintah menutup sementara pengiriman TKI ke 21 negara di kawasan Timur Tengah.
PPTKIS itu, kata Anis, punya banyak cara untuk bisa mengirimkan TKI ke luar negeri. Misalnya, melalui biro perjalanan haji dan umrah, mereka memberangkatkan TKI dengan dalih beribadah ke Tanah Suci.Â
Lalu, uang juga mengalir saat pemeriksaan kesehatan karena pemerintah memberi mandat PPTKIS untuk melakukan medical check up. Sementara, anggaran asuransi TKI yang jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah per tahun juga tidak pernah dinikmati pekerja. Dana itu masuk ke kantong para mafia.
Anis menyebut peredaran uang dalam bisnis TKI ini tidak terkira jumlahnya. Dia mencontohkan, seorang TKI yang diberangkatkan ke Taiwan saja keuntungan yang didapat mafia bisa mencapai Rp90 juta. Sebab itu, banyak pemilik PPTKIS yang mencalonkan diri di pilkada mencari dana dari bisnis ilegal itu.Â
Dia mencontohkan pengurusan paspor yang biaya resminya Rp355.000 tetapi menjadi berlipat-lipat hingga jutaan rupiah kalau untuk calon TKI. Begitu pula biaya pemeriksaan kesehatan calon TKI. Lalu, biaya penempatan sebesar Rp35 juta yang 60 persennya untuk penampungan.
“Ini semua TKI yang membayar sehingga potongan gajinya makin besar," kata Anis melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id pada Jumat, 2 September 2016.
Hasil investigasi Migrant Care diamini Hery Haryanto Azumi, mantan Ketua Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi). Dia meyakini keberadaan mafia TKI bukan pepesan kosong. Itu terbukti dari banyak kasus persoalan legalitas TKI sehingga harus dideportasi.
Menurutnya, masalah TKI ini tidak bisa diselesaikan setengah-setengah karena sumber masalah sangat kompleks; dari hulu hingga hilir.Â
Jika keberadaan mafia TKI tidak segera diberantas, bakal sangat merugikan. Bukan cuma TKI yang menanggung kerugian, pendapatan negara dari para pahlawan devisa juga tidak akan maksimal. "Ini masalah serius yang harus diselesaikan," ujarnya.
Dia berpendapat, perlu ada semacam roadmap penempatan dan perlindungan TKI agar penyelesaian tidak reaktif atau berdasarkan kasus-kasus tertentu. Untuk menyusun roadmap itu harus melibatkan unsur masyarakat, terutama mereka yang memang berkonsentrasi dalam pengiriman TKI.Â
"Semua elemen masyarakat kalau bisa dilibatkan. Terkait perlindungan calon TKI itu sendiri, instansi terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan dan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) juga harus bersinergi," kata Herry, yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.