Bupati Ojang Didakwa Korupsi dan Cuci Uang Rp60 Miliar
- VIVA.co.id/ Suparman
VIVA.co.id – Bupati nonaktif Subang, Jawa Barat, Ojang Sohandi, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Ojang didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi pada program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tahun Anggaran 2014 di Dinas Kesehatan Kabupaten Subang.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Fitroh Rohcahyanto, mendakwa Ojang memberikan suap pada jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, yaitu Fahri Nurmallo dan Deviyanti Rochaeni sebesar Rp200 juta, agar meringankan tuntutan terdakwa Jajang Abdul Kholik dalam kasus BPJS. Pada kasus tersebut, Jajang selaku Kepala Dinas Kesehatan Subang, diduga menyelewengkan dana kapitasi.
Terdakwa, kata penuntut, memberikan suap ini bersama-sama dengan Jajang dan istrinya, Lenih Marliani. Jajang dan Lenih diproses dalam berkas terpisah, dan sudah dihukum empat tahun penjara. Sedangkan Lenih, proses hukumnya masih berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Selain suap, Ojang juga didakwa menerima gratifikasi miliaran rupiah sejak Oktober 2012 hingga April 2016, dari berbagai dinas.Â
"Jumlah keseluruhan sebesar Rp60,3 miliar diduga hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai Bupati Subang sejak 2011 sampai 2016," ungkap Fitroh di ruang 1 Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Bandung, Jawa Barat, Rabu, 31 Agustus 2016.
Fitroh mengungkapkan beragam penerimaan yang diduga ilegal. Yaitu pemberian dana Rp6,7 miliar pada 2012 hingga 2015 dari BKD Kabupaten Subang. Dana itu, didapatkan dari pungutan dalam proses pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer Kategori II Kabupaten Subang.
Sedangkan untuk penerimaan mobil Rubicon, berasal dari pungutan pengurusan izin prinsip perusahaan di kantor Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Subang pada 2014. Sedangkan dana Rp1,4 miliar dari Pelaksaa Tugas Kepala Dinas Kesehatan Subang, Elita Budiarti, diberikan setelah terdakwa menjanjikannya untuk jadi pendamping pada Pilkada Subang periode berikutnya.
"Menerima gratifikasi uang tunai Rp6,7 miliar, dari Kepala Bidang Pengadaan dan Pengembangan Pegawai BKD Kabupaten Subang, Heri Tantan Sumaryana, dan satu unit mobil jip Rubicon dan uang tunai Rp1,4 miliar dari Plt Kadinkes Kabupaten Subang Elita Budiarti," ungkap Fitroh.
Selain itu, sebuah mobil Nissan Nevara dan uang tunai Rp190 juta dari Kepala Sub Bidang Pengembangan Kemitraan dan penyuluhan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Subang, Iwan Kurniawan Kusnadi.
"Sumber uang pembelian itu berasal dari pemberian pihak rekanan yang mengerjakan proyek di kantor BLH Kabupaten Subang pada 2011, dan dijanjikan mendapat promosi menduduki jabatan eselon II di lingkungan Pemda Subang," ujarnya.
Turut juga aliran dana tunai Rp1,1 miliar dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, Engkus Kusnandar, dan Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Kejuruan Dinas Pendidikan, Heri Sopandi. Kemudian uang tunai Rp1,1 miliar dari mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang, H Umar.
Selain itu, Rp9,5 miliar dari ajudan Ojang, Wawan Irawan. "Uang tersebut diterima dari para kepala dinas, kepala bidang, kepala seksi di Pemerintah Kabupaten Subang dan para rekanan dinas yang dicatat oleh Wawan," terangnya.
Selanjutnya ada dana Rp17,6 miliar dari Dirut PD BPR Kabupaten Subang, Anton Abdul Rosyid. Dana itu untuk kepentingan pribadi Ojang yang digulirkan secara bertahap dari beberapa sumber.
"Pada Juni 2014, penerimaan dari Wakil Ketua Gapensi Jawa Barat senilai Rp1 miliar dan Dirut PT Ariska Karya Persada, Raymondus Mulyadi, Rp200 juta. Pada 2015, Rp8 miliar, Rp4 miliar, dan Rp2 miliar dari Elita Budiarti. Serta Rp200 juta dari Wawan Sutarmas. Sedangkan sisanya sejumlah Rp2,2 miliar dicatat atas nama
Wawan Irawan," ungkapnya.
Sedangkan untuk Rp470 juta dari Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Subang, Hendra Purnawan, didapatkan secara bertahap sejak Februari 2014 sampai Februari 2016. "Berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya. Terdakwa Ojang selaku Bupati sejak 2012, menyalahgunakan wewenang," ucap Fitroh membacakan berkas dakwaan.
Atas perbuatannya memberikan suap dan menerima gratifikasi, Ojang didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Kesatu, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Selanjutnya, Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHpidana.
Menurut penuntut, kekayaan itu menyimpang dari profil penghasilannya, sebagaimana tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara per Oktober 2014. Dana yang terkumpulkan, digunakan terdakwa untuk membeli tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor.
Dari beragam penerimaan ini, Rp1,4 miliar diberikan terdakwa pada Nur Kholim, agar mengatur proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi program Jaminan Sosial Tahun Anggaran 2014 di Unit III Tipikor Polda Jawa Barat.
Selain itu juga pada Irmanto, orang yang mengaku sebagai penyidik KPK, sebesar Rp500 juta. Serta Rp50 juta pada Dorlan, auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan.Â
Tidak hanya itu, Ojang juga menggunakan sejumlah pemberian itu untuk membeli dua unit motor KTM 250 cc senilai Rp125 juta, yang diberikan kepada anggota Polri, AKBP Teddy Gusnandar dan AKBP Yayat Popon Ruhiyat. Sedangkan satu unit motor KTM 250 cc seharga Rp130 juta, buat anggota Polri, AKBP Agus Nurpatria.
"Dan satu unit motor KTM 250 cc dengan pembelian pada Februari 2015 seharga Rp125 juta diberikan kepada Letkol Inf Budi Mawardi Syam," terangnya.
Perbuatan Ojang ini dinilai sebagai upaya untuk mencuci uang hasil tindak pidana, dan didakwa dengan pasal 3 Undang Undang RI nomor 8/2010 Tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 65 ayat 1 KUHPidana.