Pengakuan Pastor Gereja Santo Yosep Soal Bom di Gereja
- ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
VIVA.co.id – Pastor Albert S Pandiangan mengakui mengalami trauma berat atas aksi teror bom di Gereja Katolik Stasi Santo Yoseph di Medan, Sumatera Utara, Minggu, 28 Agustus 2016. Namun, dirinya bersyukur selamat aksi teror tersebut.
"Kejadian itu, awalnya pukul 08.00 WIB itu Saya mulai acara pembukaan sampai pada acara pembacaan injil, umat sudah berdiri. Namun, tiba-tiba pelaku mndatangi altar, lalu menyerang saya ke mimbar," kata Albert, Senin, 29 Agustus 2016.
Dia menjelaskan peristiwa itu terjadi. Di mana, pelaku mendatang dirinya saat ia mempimpin ibadah kebaktian pada Minggu pagi. "Saat itu umat berdiri dan itu saya belum selesai membaca, tiba-tiba ada suara ledakan-ledakan dari tas yang dibawa pelaku. Mendengar suara ledakan itu maka saya menghentikan pembacaan kitab suci. Kemudian umat yang berada di dalam mulai takut dan berhamburan keluar," jelasnya.
Melihat percikan api di dalam tas ransel yang dimiliki pelaku. Otomatis jemaat keluar gereja. Sedangkan, dirinya berlari ke atas altar begitu juga pelaku mengejar dirinya hingga ke altar di mana jarak antara altar dan tempat jemaat cukup jauh.
"Pas saya lompat dari altar, saya merasa ada yang menusuk lengan kiri saya. Ketika saya sudah ada di bawah, beberapa orang jemaat menyelamatkan saya karena lengan kiri saya sudah terluka," tuturnya.
Aksi teror bom di Gereja Santo Yosep, terjadi Minggu pagi, 28 Agustus 2016, sekira pukul 08.00 WIB. Pelaku diketahui membawa ransel berisi bom rakitan.
Saat kejadian, diduga bom yang dibawa pelaku gagal meledak. Tasnya hanya mengeluarkan percikan api. Karena itu, pelaku pun mengeluarkan senjata tajam dan menyerang pastor yang bernama Albert Pandingan.
Jemaat pun panik, beberapa berhamburan dan lainnya berupaya menghentikan perbuatan Ivan. Beruntung bom tidak meledak dan Ivan pun berhasil dilumpuhkan lalu diserahkan ke polisi.