Di NTT, Petani Malas Bakal Dihukum Cambuk
- VIVA.co.id/ Judith Lorenzo Taolin
VIVA.co.id – Bupati Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Raymundus Sau Fernandes, akan memberlakukan hukuman cambuk rotan asam, bagi warganya yang malas mulai September nanti.
Fernandes melontarkan rencana itu di berbagai acara resmi yang digelar sejak Juli dan Agustus 2016. Untuk mewujudkan rencana ini, Bupati bahkan sampai meminta izin kepada Kapolres Timor Tengah Utara, AKBP Robby Medianus Samban.Â
Menurut Fernandes, hukuman cambuk ini bukan semata sanksi fisik, tapi bentuk penyadaran kepada warga, yang menolak menjalankan program pemerintah untuk kebaikan dan kepentingan masyarakat luas. Hukuman cambuk juga bagian dari edukasi masyarakat agar meninggalkan sifat malas.
Alasan lainnya, Kabupaten Timor Tengah Utara telah menjalankan program Padat Karya Pangan dalam enam tahun terakhir, sehingga program itu perlu ditingkatkan lagi.Â
Â
"Memang program ini sederhana sekali, hanya membagi beras secara gratis kepada masyarakat selama lima tahun dan masyarakat wajib mengolah kebunnya seluas 25 are. Tapi nilai yang terkandung dalam program sederhana ini mengajarkan orang untuk mengerti hubungan antara luas lahan produksi dan pemenuhan kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan," jelas Fernandes dalam sebuah acara di desa Popnam, Kecamatan Noemuti, Minggu, 28 Agustus 2016.
Dia merasa dalam lima tahun masa kepemimpinannya terdahulu, masyarakat berutang padanya. Sehingga, kini memasuki tahun ke enam, Fernandes mengklaim berhak menagih utang itu.Â
"Masyarakat saya berutang kepada saya sudah lima tahun, mereka berutang setiap tahun dengan terima beras secara gratis. Memasuki tahun keenam ini, saya akan keliling ke desa-desa tagih utang ke masyarakat saya. Utang dalam hal ini adalah pemeriksaan kebun olahan mereka," ungkap Fernandes sambil tertawa.
"Saya menemukan format baru, untuk mengendalikan rakyat memang harus menerapkan teori cambuk rotan asam. Untuk itu saya minta bantuan para babinsa, kamtibmas, untuk membantu saya melakukan pemeriksaan lahan warga. Jika tidak sampai 25 are, maka rotan asam akan diberlakukan," lanjutnya.
Fernandes berharap, penerapan hukuman cambuk akan membuat masyarakat punya semangat membangun diri, dan menolak tinggal dalam kemiskinan.
Melalui Padat Karya Pangan ini, Fernandes akan menggelar rapat koordinasi dengan camat se-kabupaten Timor Tengah Utara, sehingga September nanti bisa berkeliling bersama mereka memeriksa kebun warga.
"Silakan bapak mama boleh melapor ke kapolsek, kapolres, tapi kalau suatu saat bapak mama lapar atau sakit karena melawan pemerintah, jangan lapor ke bupati. Tapi silakan mengurus diri sendiri," ujarnya.Â
Fernandes juga menjelaskan mekanisme penerapan hukuman cambuk ini pada pemeriksaan kebun nanti. Prioritas pemeriksaan akan dilakukan pada kepala desa. Jika kebun kepala desa tidak sampai 25 are, camat akan dicambuk sebanyak 5 kali, kepala desa 7 kali, dan pemilik lahan 10 kali cambuk di tempat umum.
Â
Pengecekan langsung ini diperlukan, karena selama lima tahun terakhir dia hanya meminta laporan dari petugas lapangan. Mereka umumnya memberikan informasi yang bersifat positif, sehingga dia meragukan kenyataannya.
"Sebagai pemimpin, saya hanya menerima laporan yang baik saja dari para mantri tani dan petugas lapangan, sementara bertentangan dengan yang terjadi di lokasi. Ini tak akan membuat saya tidur dengan tenang. Â Justru saya ingin mencari laporan adanya ketidakberesan untuk bersama - sama kita benahi," tegasnya.
Program Padat Karya Pangan ini dilakukan pemerintah setempat dengan mengkonversi beras raskin program pemerintah pusat, sebagai insentif pangan di Timor Tengah Utara. Program bertujuan untuk memperbaiki produktivitas lahan petani. Hal ini juga sebagai bagian untuk mengkonsilidasikan petani agar berubah dan memiliki orientasi dalam memanfaatkan lahan tidur, melalui distribusi beras raskin dengan subsidi dari pemerintah sebagai satu langkah mengatasi rawan pangan.
Laporan: Judith Lorenzo Taolin/ Timor Tengah Utara – NTB