Kemendagri Belum Nonaktifkan Gubernur Sultra
- ANTARA FOTO/Jojon
VIVA.co.id – Kementerian Dalam Negeri belum akan menonaktifkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyebut pihaknya masih menunggu proses hukum terhadap Nur Alam, sebelum nantinya menonaktifkan pria kelahiran Konda, 9 Juli 1967 silam itu
Pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah, disebutkan bahwa Kepala Daerah baru dapat diberhentikan sementara atau non aktif jika yang bersangkutan telah menjadi terdakwa di persidangan. Sementara, kepala daerah baru diberhentikan tetap jika telah ada putusan tetap dan mengikat dari pengadilan bahwa yang bersangkutan dinyatakan bersalah.
"Menunggu prosesnya dahulu, ini kan tidak Operasi Tangkap Tangan (OTT) ya. Ini kan (baru) sebagai tersangka sehingga kami mengikuti proses hukumnya," kata Tjahjo melalui pesan singkatnya, Rabu 24 Agustus 2016.
Tjahjo sendiri mengaku kaget ketika KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sultra selama 2009 hingga 2014.
"Kami cukup terkejut walaupun pimpinan KPK sudah cukup lama mengamati mencermati masalah-masalah yang berkaitan dengan Gubernur Sulawesi Tenggara. Akan kami cek, masalah apa detilnya, apakah masalah kebijakan atau masalah lain," ujar Tjahjo.
Tjahjo pun menyesalkan Nur Alam yang merupakan kepala daerah penerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama itu justru dapat terjerat kasus dugaan korupsi. Bahkan Nur Alam juga tercatat sebagai penerima penghargaan tiga Satyalancana dari pemerintah Indonesia, yakni Satyalancana Pembangunan di Bidang Koperasi, Satyalancana Pembangunan Wirakarya di Bidang Pertanian, dan Satyalancana di Bidang Keluarga Berencana.
"Kami cukup menyesalkan karena saya baru dari sana, baru dari Sulawesi Tenggara, baru keliling beberapa kabupaten dengan pak Gubernur dan tidak pernah menyinggung masalah itu," ujar dia.
Diketahui, KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka lantaran diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK. Gubernur dua periode itu mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah, perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.