Korban Anggota TNI AL: Vonis 8 Bulan Tidak Adil

Suasana sidang vonis perkara penganiayaan anak oleh terdakwa Koptu Mar Saheri
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Suparman

VIVA.co.id – Korban penganiayaan oknum TNI Angkatan Laut, Koptu Mar Saheri, tak terima vonis ringan yang dijatuhkan hakim. Padahal di persidangan, terdakwa Koptu Mar Saheri terbukti menganiaya dua anak, yaitu HA dan SKA.

Dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Bandung, Rabu, 24 Agustus 2016, dikatakan HA keberatan dengan vonis hakim.

Kepada pendampingnya, HA menyampaikan, "ini (putusan) tidak adil. Akibat kejadian itu, kepala saya sering pusing. Nama saya tercemar karena dikira maling. Kenapa dia enggak dihukum berat."

Ayah HA pun berpendapat putusan ini mencederai rasa keadilannya. Menurutnya, putusan itu tidak setimpal dengan apa yang terjadi pada anaknya.

“Di aturannya, hukuman maksimal kan 3 tahun 6 bulan, semestinya hukum memberikan hukuman setimpal dengan perbuatannya. Itu kan masih anak di bawah umur. Apalagi pelakunya aparat. Mestinya tanggungjawabnya dan kewajibannya lebih besar dari masyarakat biasa,” ujar Harjoni Tutut, ayah HA seusai persidangan di Pengadilan Militer, Selasa, 23 Agustus 2016.

Wintarsih, ibu korban SKA menambahkan, pada saat kejadian, anaknya hampir tewas diamuk massa.

“Anak saya nyaris dibakar warga karena dipicu oleh tindakan Terdakwa. Kalau saya tidak datang, mungkin anak saya sudah jadi arang. Perbuatan keji macam itu ironisnya ternyata tidak dianggap serius oleh pengadilan. Toh hukumannya hanya begini saja,” kata Wintarsih

Kuasa hukum korban dari LBH Jakarta, Bunga Siagian, melihat bahwa di peradilan militer, putusan yang dibuat melebihi tuntutan Oditur seperti masih jarang terjadi. Di mana tuntutan Oditur adalah 5 bulan penjara, dan Hakim memutuskan pidana 8 bulan.

CCTV Jadi Bukti yang Memberatkan Suster Penganiaya Anak Aghnia Punjabi

“Putusan seperti ini cukup langka. Kami mencatat setidaknya 3/4 dari sekitar 40 putusan pengadilan militer untuk kasus penganiayaan pada 2 tahun terakhir memberikan hukuman yang tidak lebih dari 4 bulan kepada pelaku. Bahkan pada kondisi yang korbannya mati, hanya dikenakan pidana 7 bulan," jelas Bunga.

Meski mendukung langkah hakim memutus lebih dari tuntutan, Bunga tetap menyayangkan putusan 8 bulan penjara itu. "Pada amar putusan tidak ada perintah untuk memulihkan korban, sedangkan Hakim telah berucap dampak trauma mendalam yang terjadi pada korban. Ini juga tidak adil."

Penampakan Kantor Penyalur Suster Tersangka Penganiaya Anak Aghnia Punjabi di Surabaya

Sementara itu, kuasa hukum korban lainnya, Riefqi Zulfikar, menilai proses peradilan militer di Indonesia masih belum independen, selama pelaku kejahatan yang korbannya masyarakat sipil diadili oleh peradilan militer juga.

“Harus ada reformasi. Undang-undang sudah memungkinkan kok pelaku tindak pidana diadili di peradilan umum. Masalahnya belum ada niatan dari para pemangku kebijakan untuk mengatur teknis sistem tersebut. Padahal tujuannya semata-mata memenuhi rasa keadilan masyarakat,” terangnya.

Terpopuler: Anak Aghnia Punjabi Dianiaya, Uang Korupsi Harvey Moeis Bisa Gaji Ronaldo 82 Tahun

Sebelumnya,

Ketua Majelis Hakim Letkol Chk. Kowad Nanik, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 C juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 95 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak. Oleh karena itu, mempidana selama delapan bulan," ujar Nanik di ruang tengah Pengadilan Militer Bandung, Jalan Soekarno Hatta, Selasa, 23 Agustus 2016.

Dalam persidangan terungkap bahwa HA dan SKA mengalami penganiayaan dan pengeroyokan. Mereka juga diteriaki maling oleh terdakwa Saheri, setelah melintas rumahnya di Komplek Graha Kartika Pratama, Cibinong, menggunakan sepeda motor. Hal ini terjadi karena minuman yang sedang dipegang HA tak sengaja terlempar ke rumah terdakwa Saheri, saat mereka menghindari lubang jalanan.

Teriakan itu memicu sejumlah warga yang langsung panas, sehingga bersama terdakwa Saheri, mengejar motor yang ditumpangi HA dan SKA. Tanpa basa-basi, Saheri dan sejumlah warga memukuli muka dan badan mereka.

Tubuh SKA ditelanjangi dan dicambuk anggota TNI itu. Sejumlah warga pun berniat membakar tubuh mereka berdua. Kejadian itu disaksikan warga setempat, dan berhenti saat orang tua SKA yaitu Wintarsih datang bersama satu rekan HA dan SKA.

Di muka persidangan Terdakwa mengakui seluruh perbuatannya sesuai cerita HA, SKA, dan para saksi. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya