Bocornya Rencana Bom Bali III
VIVA.co.id – Penangkapan sejumlah terduga teroris berjalan simultan di sejumlah wilayah Indonesia. Konon, kelompok radikal ini sedang berencana akan membuat ledakan di Pulau Bali. Ya, mereka sedang menggagas III sepeninggal Imam Samudera dan Amrozi pada tahun 2002 silam.
Rencana III ini terungkap di medio Agustus 2016, ketika tim Detasemen Khusus 88 Antiteror, secara beruntun menangkap sejumlah orang yang diduga sebagai teroris.
Di Lampung, seorang pria bernama Dwiatmoko alias Abu Ibrahim Al Atsary dibekuk tim Detasemen Khusus di sebuah warung internet (warnet). Lelaki ini dicurigai sebagai orang terdekat teroris yang kini berada di Suriah.
"Merupakan close contact yang telah siap bom dan akan melakukan amaliyah atau aksinya di Bali," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Agus Rianto di Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2016.
Baca Juga:
Menurut polisi, Dwiatmoko atau diketahui juga terlibat saat ledakan bom bunuh diri di Mapolres Surakarta Jawa Tengah pada Selasa, 5 Juli 2016, sekira pukul 07.35 waktu setempat.
Warga Lampung Tengah itu ikut merencanakan ledakan bom di Surakarta dengan berkoordinasi kepada . Bahkan dari pemeriksaan, Dwiatmoko merupakan orang yang membawa bahan peledak sebelum diledakkan oleh (31) di Mapolres Surakarta.
Bom Solo dan Bali Sepaket
Agus Rianto mengatakan, pasca-ledakan bom bunuh diri di Surakarta. Penyelidikan pun digelar maraton terhadap sejumlah sel teroris. Hingga akhirnya terungkap, jika teroris jaringan ini ternyata sudah menganggarkan uang senilai Rp4,9 juta.
Uang itu direncanakan untuk membuat ledakan bom di Solo dan Bali. Lewat tangan Dwiatmoko, dibantu seorang terduga teroris bernama MK yang ditangkap di Gunung Putri Bogor Jawa Barat pada 17 Agustus 2016, perencanaan bom ini pun digagas.
"Apakah ada dana lain sedang kami teliti. MK mengirim dana ke DA (Dwiatmoko) untuk membeli material dan juga transportasi bahan peledak dari Lampung ke Surakarta," kata Agus Rianto.
Diakui, aksi teror di Indonesia mulai menunjukkan geraknya kembali. Sepeninggal Imam Samudera dan Amrozi pada tahun 2002, yang merencanakan ledakan dan menewaskan lebih dari 200 orang.
FOTO: Peringatan Bom Bali II oleh sejumlah keluarga korban ledakan
Kelompok teror di Indonesia terus menyusun gerakan. Meski laten dan beberapa tertangkap lebih awal. Gerakan teror ini perlahan memunculkan diri di permukaan.
Awal Januari 2016, sebuah aksi teror di Jalan Thamrin menggegerkan Jakarta. Sebanyak 33 orang menjadi korban, delapan di antaranya meninggal dunia. Pelaku diketahui empat orang yang nekat meledakkan diri dan menembaki polisi di pusat keramaian.
Usai ledakan, Kepolisian pun mengamankan sedikitnya 40 orang yang diduga terlibat. Dan kesimpulan menguat jika dan kelompok Islam radikal di Suriah atau ISIS menjadi dalang di balik semua ini.
Jenderal Badrodin Haiti, Kapolri sebelumnya, bahkan telah memastikan ada dana puluhan juta yang mengalir dari ISIS unutuk sindikat teror tersebut. "Jumlahnya cukup besar, ada yang sampai Rp70 juta. Tapi berkali-kali dan enggak sekaligus. Itu digunakan bertahap," kata Badrodin pertengahan Januari lalu.
Baca Juga:
Selama beberapa bulan, aksi teror pun tiarap. Polisi sibuk melakukan perburuan jaringan teroris di berbagai wilayah. Hingga akhirnya, terjadi kembali ledakan di Solo Surakarta di markas polisi. Meski tidak ada korban jiwa kecuali pelaku bom bunuh diri. Namun ini menjadi penanda teror mulai muncul lagi.
Sejalan dengan itu, sebuah kelompok teroris jaringan Batam Kepulauan Riau pun terungkap di permukaan. Tak tanggung-tanggung, jaringan yang masih berkaitan dengan dan ISIS ini bahkan tengah merencanakan akan meledakkan Singapura.
Beruntung, serangan yang direncanakan lewat roket itu berhasil digagalkan jauh sebelum kejadian. Lima orang dan salah satunya bernama ikut diciduk.
Lagi-lagi dari pemeriksaan, kelompok ini rupanya berafiliasi dengan kelompok teror bom di Mapolres Surakarta yang juga berkaitan dengan pelaku bom Thamrin di Jakarta. Singkatnya, seluruh kelompok ini dikomandoi oleh .
Ancaman teror besar
Sementara itu, mantan instruktur bom Jemaah Islamiyah (JI) Wakalah Jawa Timur, Ali Fauzi Manzi, sejak awal usai ledakan bom Thamrin pada Januari 2016, telah memperkirakan akan ada kemungkinan teror lain di Indonesia.
Menurut adik dari mendiang Amrozi dan Ali Imron yang menjadi pelaku ledakan II itu, aksi teroris di Indonesia pasti akan belajar dari cara penanganan teror di bom Thamrin yang disebutnya sebagai bom uji coba untuk para amatiran teroris. "Ledakan dan operasi nanti akan lebih besar. Mereka (teroris) akan belajar dari kesalahan bom Thamrin," kata Ali, Jumat, 29 Januari 2016.
FOTO: Warga Jakarta menyerukan Kami Tidak Takut, usai kejadian Bom Thamrin Januari 2016.
Isyarat Ali Fauzi ini mungkin saja subjektif. Tapi bagaimana pun sejumlah pertanda memang telah muncul. Teror bom Thamrin, diduga kuat menjadi cikal bakal eksisnya kembali sejumlah aksi teror di Indonesia.
Perburuan Densus 88 Antiteror dipastikan harus lebih jeli dan mampu menyentuh seluruh kantong teroris. Sinergisitas antarpihak menjadi kunci. Sebab itu, kini Indonesia sedang menggagas satuan tugas (Satgas) baru untuk penanggulangan teroris.
Meski belum difinalisasikan, namun Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) sudah bersedia menjadi penyokong utama. Bentuknya lewat keterlibatan sejumlah kementerian yang ada di Indonesia.
"Task force ini berisi wakil-wakil dari kementerian yang terkait dengan penanggulangan terorisme. Mereka punya akses kepada Menteri atau kepala lembaga. BNPT akan menjadi leading sector-nya untuk bisa memformulasikan," kata Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius, Selasa, 23 Agustus 2016.
(mus)