Cerita Lain Warga Rembang Soal Pabrik Semen

Tenda para petani yang bertahan di lokasi pendirian Pabrik Semen Indonesia di Kabupaten Rembang Jawa Tengah, Selasa (23/8/2016)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Syakir (40), mengaku senang dengan berdirinya pabrik semen di desanya. Lelaki tamatan sekolah dasar di kawasan PT Semen Indonesia Kabupaten Rembang ini kini mengaku bisa meraup manfaat sejak profesi lamanya sebagai pencuri kayu ditinggalkan.

Kerusakan Lingkungan jadi Masalah Serius, Ketua MLH PP Muhammadiyah Ajak Ubah Pola Pikir

Cerita Syakir, beberapa tahun lalu, tepatnya sebelum tahun 2011 atau ketika belum ada pabrik semen di desanya. Syakir kerap kesulitan memenuhi kebutuhan hariannya. "Kerjaan saya dulu hanya mblandong atau pencuri kayu. Kalau untuk penghasilan selalu tak pasti," ujar Syakir, Selasa, 23 Agustus 2016.

Baca Juga:


Muhammadiyah Turun Langsung, Ikhtiar Cegah Kerusakan Lingkungan Dengan Langkah Ini

Namun, kini semua berubah. Syakir kini mendapatkan pekerjaan dan bisa mendapatkan penghasilan tetap. "Saya mungkin salah satu warga yang merasakan dampak positif pabrik semen. Tapi rata-rata warga lain di sini juga begitu," katanya.

Warga Desa Tegaldowo, Sri Wahyuni,  juga mengaku, pembangunan pabrik di desanya kini menjadi berkah. Pedagang lontong ini bahkan bisa mencicipi kesempatan untuk membuka usaha dengan modal yang diberikan melalui dana CSR. "Dulu saya hanya jualan lontong keliling. Hidup saya banyak utang, tapi akhirnya mulai berubah karena berjualan di kantin proyek," ujarnya.

Ugal-ugalan, Pabrik Kertas di Sidoarjo Diduga Cemari Sungai yang Jadi Bahan Baku PDAM

Pendapat serupa juga disampaikan tokoh masyarakat Desa Tegaldowo, Dwi Joko Supriyanto.  Menurutnya, warga sekitar memang sangat terbantu oleh keberadaan pabrik semen dengan berbagai kegiatan. Mulai dari peningkatan akses pendidikan, infrastruktur, pertanian, hingga serapan tenaga kerja sejak sebelum pembangunan pabrik dimulai.

"Kami justru heran kenapa di luar sana ramai. Padahal warga sekitar (pabrik semen) aman-aman saja," katanya.

Meski demikian, Dwi mengaku, masih ada segelintir orang, salah satunya yang berada di desa dekat pabrik yang kurang sepaham dengan pendirian pabrik. Mereka yang kemudian melakukan aksi di Jakarta.

"Kalau dari yang 10 orang melakukan aksi sampai ke Jakarta itu tidak semuanya warga sini. Warga Tegaldowo hanya dua orang, dan empat orang dari Desa Timbrangan," tuturnya.

Narti (40 tahun), perempuan asal Desa Timbrangan mengaku bersikukuh menolak pembangunan pabrik karena tidak ingin alam sekitarnya di tambang. Atas alasan itu, ia dan beberapa orang ibu lainnya bergiliran menghuni tenda itu saban harinya.

"Saya pokoknya tak mau ada pabrik. Dulu (orang pabrik) pernah ke sini, disuruh pulang tapi saya enggak mau. Kita di sini enggak ada yang mbayar kok," ujarnya.

Di sisi lain, pembangunan pabrik semen Gresik di Rembang kini sudah mencapi 94,4 persen dan akan mulai diuji coba pada September 2016 mendatang. Pabrik semen yang memakan investasi Rp4,4 triliun ini rencananya menjadi pabrik termodern yang dimiliki oleh PT Semen Indonesia saat ini.

Pabrik ini dibangun di atas lahan seluas 54 hektare dengan area tambang seluas 405 hektere di wilayah dua kecamatan dan lima desa di Rembang. Masing-masing; Kecamatan Gunem meliputi Desa Tegaldowo, Timbrangan, Pasucen, dan Kajar serta Desa Kadiwono di Kecamatan Bulu.

Pabrik Semen Rembang sudah beberapa waktu ini menuai kontroversi. Maklum, pabrik dengan nilai investasi mencapai Rp4,452 triliun ini dinilai akan merusak ekosistem di lahan yang akan didirikannya.

Contohnya, lokasi penambangan akan dilakukan di cekungan air tanah yang menjadi sumber air bagi warga desa. Akibat perusakan kawasan ini, maka akan mengancam lumbung pangan yang selama ini menjadi andalan warga.

Sawah petani akan mengering, krisis pangan pun di depan mata dan mengancam ribuan warga di Rembang. Petani setempat hingga kini terus berupaya melakukan perlawanan. Namun, pemerintah tak menggubris dan realisasi pembangunan pabrik terus berjalan.

"Pegunungan Kendeng itu resapan air, ketika dikeruk, yang jelas sumber mata air akan kering. Karena itu demi menjaga kelestarian lingkungan, jangan sampai ditambang, itu (pembangunan pabrik) juga mengurangi lahan sawah ketika dijadikan tambang. Dampaknya akan luar biasa, bukan hanya lingkungan," ujar seorang petani Rembang Joko Prianto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya