Koalisi LSM Dirikan Posko Pengaduan Aparat Terlibat Narkoba
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
VIVA.co.id - Koalisi lembaga swadaya masyarakat yang menamakan diri Koalisi Antimafia Narkoba mendirikan Posko Darurat Bongkar Aparat. Posko itu untuk membuka akses bagi masyarakat agar menyampaikan informasi mengenai dugaan keterlibatan aparat penegak hukum dalam penyalahgunaan narkotik.
Koalisi itu terdiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Pemuda Muhammadiyah, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dan lain-lain.
"Posko ini melindungi kerahasiaan identitas dari setiap pelapor," kata Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik pada Kontras, Putri Kanisia, di Jakarta pada Jumat, 19 Agustus 2016.
Posko itu dibuka sejak 4 Agustus 2016. Selain di Kontras, organisasi Pemuda Muhammadiyah di seluruh provinsi di Indonesia juga mendirikan posko serupa di daerah masing-masing.
Posko Darurat Bongkar Aparat juga didirikan di kantor LBH Yogyakarta dan LBH Makassar. Peradi pun akan mendirikan posko sejenis di Jakarta pada 22 Agustus 2016.
"Setiap tindak lanjut atas informasi dari laporan tersebut juga akan meminta persetujuan pelapor terlebih dahulu untuk menjaga keselamatan pelapor," ujar Putri.
Ada beberapa cara pelaporan, antara lain, datang langsung ke Posko atau melalui laman bit.ly/pengaduanbongkaraparat.
"Buat mereka yang melapor langsung, setiap yang datang kami minta bukti dan saksinya. Kalau memang mereka serius ketika ada keterlibatan aparat kami minta bukti biar bisa ditindaklanjuti. Ketika melalui email itu mereka bisa attach (melampirkan) terkait kasus-kasusnya," kata Putri.
Puluhan pengaduan
Posko Darurat Bongkar Aparat telah menerima sebanyak 45 pengaduan kasus narkotik sejak dibuka. Sebanyak 38 kasus di antaranya diduga berkaitan keterlibatan aparat penegak hukum dalam kejahatan narkotik. Koalisi membagi pengaduan itu berdasarkan jenis tindakan yang diadukan.
Putri menjelaskan, 45 pengaduan itu tersebar di beberapa provinsi, yakni Banten, Sumatera Utara, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Sebagian besar peristiwa yang diadukan terjadi di Jakarta, yakni 13 kasus.