Ubah UU Kewarganegaraan Tak Semudah Balikkan Telapak Tangan
- VivaNews/ Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, menanggapi wacana sejumlah kalangan tentang revisi Undang-Undang Nomor12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Wacana itu muncul lagi setelah terungkap kasus kewarganegaraan ganda Arcandra Tahar, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; dan Gloria Natapradja Hamel, anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Wiranto menilai usulan revisi itu tidak boleh sembarangan dan harus dibahas dengan hati-hati. "Tidak bisa serta merta, enggak bisa kemudian kita masalah perubahan undang-undang menuju ke dwi kewarganegaraan. Tidak semudah membalik telapak tangan," katanya di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis 18 Agustus 2016.
Wiranto berpendapat, banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk membahas itu, meski Presiden Joko Widodo juga menginginkan merevisi undang-undang itu. Pada prinsipnya, Indonesia tidak bisa dipaksa menerapkan kewarganegaraan ganda. Indonesia tidak sama dengan negara-negara Eropa atau bahkan Amerika.
"Kalau kita tidak hati-hati nanti justru menjadi bumerang. Kita beda dengan Amerika Serikat, kita beda dengan negara-negara di Eropa," ujarnya.
Indonesia, kata Wiranto, diikat Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Sumpah itu menjadi pertimbangan utama apakah Indonesia bisa menerapkan model dwi kewarganegaraan.
"Menuju ke dwi kewarganegaraan ini perlu kehati-hatian, tidak semudah mengubah sesuatu yang ringan-ringan saja. Ini hal yang sangat serius," kata dia.
(ren)