Napi Asing di Manado Minta Hapus Hukuman Mati
- VIVA.co.id/Agustinus Hari
VIVA.co.id – Donya Preston terlihat ceria seusai latihan tarian modern bersama teman-teman narapidana perempuan lain untuk persiapan upacara perayaan Hari Ulang Tahun ke-71 Republik Indonesia di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Manado, Sulawesi Utara, pada Selasa, 16 Agustus 2016.
Sesekali dia tersenyum dan bercanda dengan sejumlah napi. Donya ialah satu dari lima napi asing yang meringkuk di tahanan Lapas Manado karena terjerat kasus narkoba. Napi asal Afrika Selatan itu dihukum 20 tahun penjara sejak tahun 2013. Dia baru menjalani masa tahanan tiga tahun.
Selain ikut tarian modern, Donya diberi tugas dan masuk kelompok paduan suara menyanyikan lagu Indonesia Raya. “Ini tahun ketiga saya ikut. Dan saya hafal betul lagu Indonesia Raya. Saya sangat senang sekali menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia,” kata Donya kepada VIVA.co.id.
Dia punya harapan pada peringatan Hari Kemerdekaan RI agar pemerintah mencabut hukuman mati. “Saya berharap hukuman mati di Indonesia dihilangkan. Karena yang jadi korban hukuman mati bukan keinginan sendiri tapi ada juga dijebak,” katanya.
Donya mengaku, jika nanti Sulut punya Lapas perempuan sendiri, dia ingin mengajar Bahasa Inggris kepada warga binaan lain. “Dan saat bebas nanti saya ingin mengumpulkan anak-anak jalanan dalam sebuah rumah dan mengajarkan mereka untuk bisa hidup mandiri. Itu cita-cita mulia saya. Entah rumah anak jalanan itu mau bikin di Manado atau kembali ke Afrika Selatan,” lanjut dia.
Jika rindu dengan orang tua dan anaknya, Donya sering meminta tolong petugas Lapas untuk menghubungi orang-orang yang dicintainya itu. “Orang-orang Lapas Manado sangat baik. Minggu lalu berbicara melalui telpon dengan ibu saya. Saya rindu mereka. Untuk menghilangkan stres biasanya saya hanya berdoa saja,” kata Donya, mengakhiri pembicaraan yang ikut didampingi Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkunham Sulut, Antonius Ayurbaba.
(ren)