Anggota DPR: Jangan Samakan Kasus Arcandra dan Gloria
- VIVA.co.id/ Zahrul Darmawan
VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengatakan penanganan status kewarganegaraan terhadap mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar dengan siswi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Gloria Natapradja tidak bisa disamakan.
"Arcandra adalah kategori orang dewasa dan berkaitan dengan status jabatan menteri sebagai pejabat negara yang diatur jelas dan tegas dalam undang-undang," kata Masinton di DPR RI, Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2016.
Hal itu mengacu pada undang-undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan pasal 22. Undang-undang menyebutkan untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan yakni Warga Negara Indonesia.
Sedangkan status kewarganegaraannya Arcandra diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, pasal 23 WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yg bersangkutan, memperoleh Kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan Kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu.
"Berbeda untuk Gloria Natapradja. Meskipun ayah Gloria berkebangsaan Prancis, namun karena usianya belum mencapai 18 tahun dan belum menikah. Maka Negara kita harus memperlakukan Gloria Natapradja sebagai Warga Negara Indonesia. Dalam UU Nomor 12 tahun 2006 jelas diatur dalam pasal 4 huruf (d)," katanya.
Dimana dalam undang-undang menyebutkan Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.
Bahwa dalam pasal 6 ayat 1, dalam hal status kewarganegaraan RI terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
"Dan Gloria Natapradja sudah menegaskan sikap kewarganegaraannya dengan menyatakan bahwa dia akan memilih warga negara Indonesia saat berusia 17 tahun dan akan membuat KTP," kata Masinton.
Politikus PDIP ini menambahkan meskipun Indonesia menganut Kewarganegaraan tunggal, namun Undang-undang kewarganegaraan kita juga mengatur dwi kewarganegaraan secara terbatas, khususnya untuk anak usia dibawah 18 tahun dan belum menikah.
"Harusnya Menteri Sekretaris Negara bisa membaca teliti dan jeli UU Kewarganegaraan, dan Paskibraka bukanlah pejabat negara," katanya.
Hal ini berbanding terbalik dengan Arcandra yang notabene adalah menyangkut status kewarganegaraan dan pengangkatannya sebagai Menteri atau pejabat negara, yang juga diatur oleh mekanisme perundang-undangan.
"Pencoretan Gloria Natapradja dari peserta Paskibraka adalah bentuk pelemahan spirit nasionalisme yang sudah tertanam di hati Gloria serta anak-anak Indonesia yang dilahirkan dari darah blasteran," katanya.