Gloria Gagal Jadi Paskibraka karena Punya Paspor Perancis
- VIVA.co.id/ Agus Rahmat
VIVA.co.id – Kepala Staf Garnizun Tetap-l/Jakarta, Brigjen TNI Yosua Pandit Sembiring, memberikan keterangan mengenai larangan pada Gloria Natapradja Hamel, menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka 2016. Gloria  pun tidak bisa ikut bersama 67 anggota lain, yang mengibarkan bendera pusaka pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2016 mendatang di Istana Merdeka.
Yosua menjelaskan, pihaknya mendapatkan informasi terkait adanya kewarganegaraan ganda pada Gloria. Setelah dicek, ternyata Gloria juga memiliki paspor Perancis, negara asal ayahnya.
"Kalau demikian berarti undang-undang mengatakan kewarganegaraan seseorang itu hilang apabila memiliki paspor. Jadi kita kan harus patuh kan dengan undang-undang," jelas Yosua, di Istana Negara, Jakarta, Senin 15 Agustus 2016.
Undang-undang yang menjadi acuan Yosua, adalah Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Dengan demikian, Gloria dipastikan bukan warga negara Indonesia.
"Saya apapun namanya kalau sudah bertentangan dengan undang-undang kita harus tegakkan. Kita sebagai warga negara patuh dan taat pada undang-undang," katanya.
Terkait kenapa Gloria yang bukan warga negara Indonesia bisa lolos hingga ikut dalam karantina latihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, Yosua mengaku itu menjadi kewenangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga.
"Kalau dari pihak Garnisun itu sudah lebih kurang seminggu yang lalu yah kita sudah tahu. Makanya begitu latihan di Istana dia (Gloria) sudah tidak kami libatkan," katanya.
Gloria merupakan anggota Pakibraka perwakilan Jawa Barat, bersama Alldi Padlyma Allamurochman. Masing-masing provinsi dua perwakilan, sehingga total anggota ada 68 orang. Namun, jumlah itu berkurang seiring batalnya Gloria ikut, sehingga Paskibraka 2016 hanya ada 67 orang.
Gloria diketahui, berasal dari Kota Depok. Ayahnya adalah warga negara Perancis, sementara ibunya merupakan warga negara Indonesia.
Untuk kasus seperti Gloria, dimana dia lahir dari perkawinan sah, dengan ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia, Undang-Undang Kewarganegaraan mengatur anak tersebut memiliki kewarganegaraan ganda. Untuk itu, dia diwajibkan memilih kewarganegaraan, saat berusia 18 tahun.
Namun pada pasal 23 undang-undang ini dijelaskan, seseorang akan kehilangan status sebagai WNI jika memiliki paspor negara asing.