Eks Sekretaris MA Nurhadi Akui Urus Perkara Grup Lippo
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA.co.id – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi mengakui pernah diminta mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro untuk membantu pengurusan perkara peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung. Pengajuan PK yang diminta Eddy Sindoro dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Pak Eddy Sindoro mengeluh, kenapa perkara di PN Jakarta Pusat tidak dikirim-kirim. Tetapi, saya tidak tahu detail, itu bisa dikirim atau tidak," kata Nurhadi pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 15 Agustus 2016.
Nurhadi mengklaim tidak mengingat perkara apa yang dimaksud Eddy Sindoro. Namun, Eddy lanjut dia, sempat mengeluh terkait proses pengajuan PK ke Mahkamah Agung. Sebab saat itu, PK masih berada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nurhadi yang mengaku sudah lama mengenal Eddy Sindoro itu langsung merespons permintaan tersebut dengan menghubungi panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution. Nurhadi meminta agar berkas perkara, Eddy Sindoro, segera dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA)
"Sebagai Sekretaris MA saya punya kewenangan dan tanggung jawab terhadap aparatur, untuk menghindari keluhan atau pengaduan, inilah yang kami lakukan," ujar Nurhadi.
Selain itu, Nurhadi membantah bila dirinya disebut promotor seperti yang disebutkan karyawan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah, Wresti Kristian Hesti dalam persidangan pekan lalu. Dia juga mengaku tak mengenal Wresti.
"Saya disebut promotor itu salah sama sekali. Bahkan saya tidak tahu bahwa saya disebut dengan nama itu. Itu tidak benar sama sekali. Dan saya tidak kenal Saudari Wresti," tegas Nurhadi.
Nama Nurhadi muncul dalam surat dakwaan Doddy, pegawai dari PT Artha Pratama Anugerah. Doddy didakwa secara bersama-sama dengan pegawai (bagian legal) PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro telah memberi suap sebesar Rp150 juta kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Pemberian uang itu agar agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP). Serta untuk menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL).
Terkait pengurusan pendaftaran PK, Edy Nasution setuju menerima pendaftaran meski sudah lewat ketentuan.
PT AAL lalu mendaftarkan permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diterima Edy dan kemudian diprosesnya. Namun sebelum berkas dikirim, Edy sempat dihubungi oleh Nurhadi.
Ketika itu Nurhadi meminta agar berkas segera untuk dikirimkan. "Sebelum berkas perkara dikirimkan, Edy Nasution dihubungi Nurhadi, Sekretaris Mahkamah Agung yang meminta agar berkas perkara PT AAL segera dikirimkan ke MA," kata Jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 29 Juni 2016.