Mahfud MD: Banyak Produk Hukum Pesanan Koruptor
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tak memungkiri para koruptor terus melakukan upaya perda upaya perlawanan dari para koruptor dengan cara mempengaruhi proses revisi hingga pembuatan peraturan serta perundang-undangan.
"Saya sering mengatakan saat ini banyak sekali hukum-hukum pesanan tanpa tahu yang melakukan itu merupakan pesanan dari segelintir kelompok yang sebenarnya itu adalah serangan balik daripada koruptor," kata Mahfud di gedung KPK, Jakarta, Jumat 12 Agustus 2016.
Selain itu, Mahfud mengakui masih mendengar kabar adanya para koruptor yang sudah divonis, namun bisa tetap bebas berkeliaran dan mendapatkan fasilitas lebih di dalam tahanan. Â
"Tapi saya enggak mau nyebutin nama. Nanti kayak Haris Azhar, sesuatu yang benar tapi dikaitkan dengan sesuatu yang konkret," ucapnya.
Atas dasar itu ia menolak rencana pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan terkait syarat pemberian remisi bagi kasus korupsi, teroris dan narkoba.
"Bagi saya koruptor itu justru harus diperberat hukumannya. Tidak boleh diistimewakan. Saat ini masih banyak isu-isu koruptor si A si B makan di restoran. Nah itu justru harus diperketat," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah melakukan kajian untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly mengatakan, selama ini perlakuan terhadap narapidana korupsi misalnya, berbeda-beda. Terutama dalam pemberian remisi dalam kasus yang ditangani oleh KPK maupun Kejaksaan Agung.
Pemberian remisi setelah terpidana menjalani hukuman penjara akan dilakukan oleh Tim Pengawas Pemasyarakatan (TPP). Sehingga hanya melalui pintu itu, apakah terpidana terorisme, korupsi atau narkoba, bisa mendapatkan remisi.
"Jangan ada diskriminasi. Sekarang ini ada napi koruptor yang dari kejaksaan beda treatmentnya dengan yang ditangani KPK kita harus meletakkan keadilan di situ. Jadi prosedurnya satu. Yang kedua jangan sampai bertentangan dengan undang-undang yang di atasnya, filosofinya begitu, kita koreksi yang salah ini pembenaran prosedur," ujar Yasonna di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 11 Agustus 2016.
Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012, sempat menjadi perdebatan panas antaran Komisi III DPR dengan Menteri Hukum dan HAM saat dijabat Amir Syamsuddin dan Wakilnya Denny Indrayana. Sebab dengan revisi PP ini, menurut dewan, syarat remisi bagi terpidana korupsi sangat berat.