Rektor Udayana: Sekolah Sehari Penuh Ganggu Psikologi Anak
- Pixabay/ akshayapatra
VIVA.co.id - Wacana penerapan sekolah sehari penuh yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, ditentang Rektor Universitas Udayana, Prof Ketut Suastika.
Menurut Suastika, sekolah sehari penuh belum saatnya diterapkan di Indonesia. Butuh waktu lama menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur sebelum memberlakukan program itu.
"Idealnya, sekolah harus menyiapkan situasi dan kondisi yang layak seperti di rumah, di masyarakat, walau tetap terpimpin atau tetap dalam bimbingan para guru," kata Suastika di Denpasar pada Kamis, 11 Agustus 2016.
Selain soal SDM dan infrastruktur, kata Suastika, lahan yang representatif juga menjadi kendala menerapkan program sekolah sehari penuh. Tak ada sekolah di Indonesia yang memiliki lahan representatif sehingga membuat siswanya betah berada di sekolah.?
Hal itu akan memengaruhi betah atau tidak siswa berlama-lama berada di sekolah. "Luas sekolah sudah sempit, bagaimana mungkin anak-anak disuruh seharian di sekolah. Ini perlu dipersiapkan dengan baik," katanya.
Khusus untuk siswa SD dan SMP diperlukan sentuhan layaknya orang tua kandungnya. Hal itu secara psikologis amat penting bagi siswa untuk menerapkan program tersebut.? Alasan lain ia menolak program sekolah sehari penuh karena siswa juga memiliki hak untuk berkumpul bersama keluarga dan lingkungan.
"Kalau seharian di sekolah, kapan dia berinteraksi dengan keluarga, dengan lingkungan sekitarnya. Ini juga akan berdampak pada perkembangan psikologi anak," ujarnya.
Sebaiknya, Suastika menyarankan, pemerintah menyiapkan dulu segala sesuatunya, terutama infrastruktur, SDM, kurikulum dan kebutuhan mendasar lain sebelum melaksanakan program itu.