Tahu Akan Diadili Artidjo, Eks Hakim PTUN Medan Cabut Kasasi
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id – Mantan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Tripeni Irianto Putro memutuskan untuk mencabut kasasi yang diajukan kepada Mahkamah Agung.
Pencabutan kasasi terdakwa kasus suap itu dilakukan lantaran dia mendapat informasi bahwa Majelis yang akan memeriksa dan mengadili perkaranya diketuai oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar dengan Hakim anggota Krisna Harahap dan MS Lumme.
"Tripeni Irianto Putro, mantan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan, akhirnya memutuskan untuk membatalkan permohonan kasasinya, seiring tersiarnya informasi di Laman Mahkamah Agung," kata Hakim Krisna, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis 11 Agustus 2016.
Secara terpisah, Pengacara Tripeni membenarkan bahwa kliennya telah mencabut permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Pihak Kuasa Hukum Tripeni tidak menampik bahwa alasan pencabutan itu lantaran adanya sosok Hakim Artidjo.
"Soalnya Hakim Agung satu itu putusannya sama sekali tidak didasarkan prinsip-prinsip hukum," kata Pengacara Tripeni, Djaka Sutrasa saat dikonfirmasi wartawan.
Kendati demikian, Djaka menyebut bahwa kliennya telah menerima putusan yang terakhir dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selama 4 tahun.
Diketahui, Tripeni Irianto Putro, sebelumnya divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Vonis itu kemudian diperberat menjadi 4 tahun pada tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi.
Tripeni terbukti telah menerima suap sebesar SGD5.000 dan US$15.000 dari Otto Cornelis Kaligis dan anak buahnya yang bernama M Yagari Bhastara Guntur alias Gary. Uang tersebut berasal dari Gubernur Sumatera Utara yang kini nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti.
Majelis menilai pemberian uang itu dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan yang diperiksa dan diadili oleh Tripeni selaku Ketua Majelis Hakim, ditemani Hakim Anggota Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta Syamsir Yusfran sebagai Panitera.
Yaitu untuk mempengaruhi keputusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang Dugaan Terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Majelis menuturkan uang diterima oleh Tripeni dilakukan dalam 3 tahap. Penerimaan pertama terjadi usai Kaligis melakukan konsultasi dengan Tripeni pada pertengahan April 2015. Ketika itu, Tripeni menerima uang SGD5.000 yang diberikan dalam amplop putih.
Penerimaan kedua terjadi pada 5 Mei 2015 saat gugatan pengujian kewenangan didaftarkan di PTUN Medan. Tripeni saat itu menerima uang US$10.000 didalam amplop yang diselipkan pada buku.
Sementara yang ketiga dilakukan pada tanggal 9 Juli 2015, dua hari setelah permohonan gugatan diputuskan oleh Hakim PTUN. Ketika itu dia menerima uang US$5.000 yang diberikan oleh Gary.
Perbuatan Tripeni tersebut dinilai telah terbukti memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan pertama, yakni melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.