Para Kiai Pesantren Tolak Usia Pernikahan Dibatasi
- Pixabay/unsplash
VIVA.co.id – Para kiai dari sejumlah pondok pesantren di Jawa Tengah (Jateng) menolak pembatasan usia pernikahan yang menjadi wacana beberapa waktu terakhir. Penolakan usulan menaikkan batas usia pernikahan minimal 18 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi laki-laki dianggap tak esensial.
Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng, KH Abi Jamroh mengatakan, penolakan wacana menaikkan batas usia pernikahan baik bagi laki-laki dan perempuan diputuskan melalui forum diskusi Bahtsul Masail yang dihadiri para kiai perwakilan dari Pengurus Cabang Nadhlatul Ulama (PCNU) se-Jawa Tengah.
"Para kiai keberatan jika batas usia pernikahan harus dinaikkan karena peraturan yang sudah ada saja kalau dilihat sisi positif dan negatifnya lebih banyak negatifnya. Jadi sesuai dengan hukum Islam yang selalu mempertimbangkan kebaikan dan manfaat. Seharusnya usia pernikahan tidak boleh dibatasi, " kata Abi di Semarang, Jateng, Selasa, 9 Agustus 2016.
Alasan menolak usulan itu lanjut Abi, juga diperkuat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan menolak usulan menaikkan usia nikah karena dinilai tidak memiliki alasan yang kuat. MK menganggap tidak ada jaminan bahwa menaikkan batas usia perkawinan akan mengurangi angka perceraian dan mengurangi risiko kesehatan serta masalah sosial lainnya.
Dia menjelaskan, ada dua alasan yang diajukan para kiai saat menolak menaikkan batas usia pernikahan. Pertama, dalam hukum Islam kedudukan pemerintah dalam perkawinan yaitu sebagai wali ‘am atau penguasa umum. Sedangkan orangtua atau keluarga bagi anak-anaknya berkedudukan sebagai wali khos atau penguasa khusus.
"Maka itu menjadi wilayah orangtua atau wali dari perempuan bukan pemerintah,” katanya.
Menurut mereka, selama masih ada orangtua dan keluarga, maka pemerintah tidak boleh ikut campur dalam menentukan batas usia nikah.
"Terlebih pembatasan usia nikah tidak membawa kebaikan bagi masyarakat. Yang ada justru mempersulit dan membawa dampak kerusakan di masyarakat,” ujarnya.
Sementara pemimpin sidang Bahsul Masail, KH. Hudalloh Ridwan mengakui bahwa hasil keputusan rapat para kiai itu akan disampaikan kepada pemerintah dan pihak terkait dalam waktu dekat. Tujuannya agar rumusan itu dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun Undang Undang (UU).
“Keputusan ini sangat penting untuk didengar oleh para pemangku kebijakan. Para kiai memutuskan penolakan terhadap batas minimal usia pernikahan ini bukan semata-mata berdasarkan pada dalil-dalil agama tapi juga berdasarkan penelitian di masyarakat dengan mempertimbangkan manfaat dan bahayanya,” kata Ridwan.
(ren)