Atasi Kelompok Santoso, Presiden Diminta Pilih Opsi Amnesti
- VIVA.co.id/Mitha Meinansi
VIVA.co.id – Setelah pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Santoso alias Abu Wardah ditembak mati pada Senin, 18 Juli 2016 di Tambarana, Poso, diperkirakan ruang gerak para pengikutnya kini makin sempit.
Bahkan setelah Santoso tewas, salah seorang istri Santoso yang bernama Jumiatun alias Umi Delima, menyerahkan diri tak lama setelah suaminya ditembak.
Dengan sisa anggota Santoso yang terus berkurang, muncul wacana adanya pengampunan terhadap sisa anggota yang mau menyerahkan diri. Luhut Binsar Pandjaitan saat menjabat sebagai Menko Polhukam juga tidak menampik soal opsi tersebut.
Amnesti atau pengampunan terhadap sisa kelompok Santoso ini menurut Anggota Tim Evaluasi Penanganan Terorisme Komnas HAM, Dahnil Anzar Simanjuntak bisa menjadi opsi yang positif.
"Pendekatan amnesti yang membuka rekonsiliasi dan mengubur dendam akan lebih efektif sebagai bentuk deradikalisasi," kata Dahnil dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Senin, 8 Agustus 2016.
Dahnil dan timnya beberapa waktu lalu menyatakan sempat melakukan penelitian di Poso. Ia mengatakan, baik Santoso hingga penggantinya sekarang yang masih hidup, Basri, merupakan korban dari konflik Poso yang terjadi puluhan tahun lalu.
Namun, karena merasa penyelesaian konflik tidak berlaku adil, maka muncul bibit-bibit pemberontakan yang berujung terorisme. Dahnil juga berharap agar anggota kelompok Santoso yang masih berada di hutan dan gunung segera turun dan menyerahkan diri.
"Dengan jaminan komitmen pemerintah akan memberikan pengampunan atau amnesti kepada mereka, saya kira akan memberikan peluang rekonsiliasi di Poso di satu sisi dan di sisi lain upaya deradikalisasi yang efektif," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadayah ini.
Dahnil menilai, pendekatan dengan merangkul kelompok-kelompok serupa perlu dijadikan model dalam penanganan terorisme. Dia mencontohkan, Kanada adalah salah satu negara yang melakukan pendekatan yang cukup lunak dan dinilai bisa efektif untuk menangani gerakan kelompok bersenjata. Â
"Berbeda dengan negara-negara yang memilih jalan kekerasan dalam pemberantasan kelompok radikal yang terjadi justru intensitas teror semakin tinggi. Oleh sebab itu saya mengusulkan Presiden memilih jalan amnesti tersebut."
(mus)