Mantan Ketua PN Jakarta Utara Soal Proses Perkara Bang Ipul
Jumat, 5 Agustus 2016 - 19:03 WIB
Sumber :
- Eka Permadi/VIVA.co.id
VIVA.co.id
- Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Lilik Mulyadi akhirnya ke luar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah hampir enam jam diperiksa penyidik. Lilik menjelaskan, ada tiga hal yang ditanyakan penyidik KPK kepada dirinya terutama terkait putusan kasus pelecehan seksual pedangdut, Saipul Jamil atau sering disapa Bang Ipul.
"Pertama, saya diperiksa sebagai mantan ketua PN Jakarta Utara. Waktu perkara itu diputus, saya bukan ketua PN lagi. Kedua, saya diminta keterangan sebagai saksi untuk empat tersangka. Tiga tersangka saya tidak kenal. Yang tersangka R (Rohadi) yang saya kenal," kata Lilik di gedung KPK, Jakarta, Jumat 5 Agustus 2016.
Baca Juga :
Lucas Sebut KPK Merekayasa Bukti dan Tekan Saksi
Atas dasar itu PN Jakarta Utara memutuskan menggunakan lima orang hakim dalam persidangan bang Ipul. "Biar lebih objektif putusannya. Dasarnya ada itu. Undang-undang kekuasaan kehakiman nomor 48 tahun 2009 pasal 11 buku kedua," ujarnya.
Lilik membantah adanya upaya suap terkait vonis ringan yang dijatuhkan majelis hakim terkait perkara pelecehan seksual yang dilakukan bang Ipul. "Dibilang saya menerima sesuatu, atau saya menjanjikan sesuatu. Tidak ada itu," katanya.
Sebelumnya KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap vonis ringan terdakwa pedangdut, Saipul Jamil dalam perkara dugaan pelecehan anak di bawah umur di PN Jakarta Utara. Penetapan itu merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK pada Rabu 15 Juni 2016.
Keempat tersangka tersebut, yakni Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara bernama Rohadi,Berthanatalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji selaku pengacara Saipul, serta Samsul Hidayatullah yang merupakan kakak kandung Saipul.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Atas dasar itu PN Jakarta Utara memutuskan menggunakan lima orang hakim dalam persidangan bang Ipul. "Biar lebih objektif putusannya. Dasarnya ada itu. Undang-undang kekuasaan kehakiman nomor 48 tahun 2009 pasal 11 buku kedua," ujarnya.