DPR Kecam Merek dan Kemasan Mi Bikini
- VIVA.co.id/Instagram
VIVA.co.id - Anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati, menyesalkan produksi dan penjualan cemilan dengan merek dagang "bikini" (bihun kekinian) dan dengan gambar serta tagline produk yang tidak tepat. Menurut Okky, kreativitas semestinya tetap dilandasi norma dan aturan yang berlaku.
"Merek unik mestinya tidak jorok," kata Okky dalam keterangan persnya, Jumat, 5 Agustus 2016.
Okky, yang juga Sekretaris Dewan Pakar DPP Partai Persatuan Pembanguan, menuturkan bisnis start-up (rintisan) yang belakangan menjadi tren di Indonesia
semestinya juga tetap memperhatikan soal norma dan aturan main sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apalagi, merek dagang "bikini" belum mengantongi izin dari instansi terkait.
"Mencuatnya polemik cemilan "bikini" ini menjadi peringatan untuk pemerintah agar memberikan edukasi lebih intensif kepada pelaku kreatif di
berbagai lini usaha, agar juga membawa misi edukasi kepada masyarakat," ujar mantan peragawati kondang itu.
Atas kejadian ini, Okky meminta seluruh stakeholder terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), BPOM dan pemerintah daerah (Pemda) agar senantiasa bersinergi memberikan pembinaan terhadap kelompok-kelompok kreatif.
"Kreativitas anak negeri harus didorong untuk maju, namun tetap mengemban misi edukasi kepada publik," tegas dia.
Lebih jauh, Okky menilai, BPOM sebagai otoritas yang bertanggungjawab terhadap produk makanan dan minuman yang beredar di masyarakat seharusnya dapat meningkatkan sensitivitasnya terhadap produk yang beredar baik di pasar offline maupun pasar online.
"Di tengah pesatnya bisnis online seperti seperti saat ini, semestinya pengawasan BPOM jauh lebih ditingkatkan dan menerapkan terobosan-terobosan signifikan."
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan mi kering tersebut dijual di situs jual beli di internet. Komisioner KPAI Bidang Pornografi dan Kejahatan Siber Maria Advianti mengatakan, peredaran makanan ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap undang-undang.