Mengintip Nasionalisme Warga Kampung Bendera di Surabaya
- VIVA/Januar Adi Sugita
VIVA.co.id - Setiap memasuki bulan Agustus, hampir semua perkampungan di Indonesia bersolek. Umbul-umbul dan bendera merah putih berbagai ukuran terpasang di pinggir jalan, maupun depan pekarangan rumah.
Sudah menjadi tradisi, warga mempersiapkan kemeriahan menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus. Tak terkecuali di Kampung Bendera yang terletak di Jalan Jagir Wonokromo, Surabaya. Kampung ini memang sudah lama dikenal sebagai Kampung Bendera.
Alasannya, sebagian besar penduduknya selalu beralih profesi sebagai pembuat, dan pedagang bendera. Bahkan, kedua kampung itu juga dikenal sebagai produsen bendera terbesar di Surabaya dan sekitarnya.
Sehingga, tidak mengherankan jika suasana kampung itu terlihat lebih meriah dari sisi hiasan, dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya yang ada di Surabaya. Beragam umbul-umbul berwarna-warni terpasang di setiap sudut kampung. Selain itu, bendera merah putih dengan berbagai ukuran pun menghiasi setiap rumah warga yang ada di kedua kampung tersebut.
Rata-rata, warga yang tinggal di daerah tersebut sudah membuat dan menjual bendera sejak 30 tahun lalu. Salah seorang warga, M Gufron mengatakan, dia berdagang bendera merah putih sejak tahun 1985.
"Waktu itu yang berdagang bendera hanya sedikit," kata Gufron kepada VIVA.co.id, Rabu, 3 Agustus 2016.
Gufron mengungkapkan, terdapat alasan khusus awal mula dia membuat dan menjual bendera merah putih. Sebab, saat itu pada era orde baru peringatan hari kemerdekaan Indonesia begitu digalakkan.
Sedangkan, mereka yang menjual bendera merah putih sangatlah sedikit. Sehingga, Gufron pun berinisiatif menjual bendera merah putih tersebut.
"Jadi sebenarnya ini juga bagian dari rasa nasionalisme warga Jagir sini, karena kami tidak ikut berjuang, tapi ikut menikmati kemerdekaan, makanya kami pun melakukan apa yang bisa kami perbuat ini," ujar Gufron.
Sedangkan mengenai keuntungan yang dihasilkan dari menjual bendera merah putih selama bulan Agustus, Gufron menganggapnya sudah cukup banyak. Sebab, dalam jangka waktu setengah bulan, tepatnya mulai dari tanggal 1-16 Agustus, Gufron bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp35 juta.
"Kalau omsetnya ya bisa lebih dari Rp100 juta, karena banyak juga yang beli dari luar kota," kata Gufron.
Hal senada disampaikan oleh penjual bendera lainnya di Kampung Bendera Jagir, Ali Usaimin. Menurutnya, menjual bendera merah putih selain untuk mencari nafkah, juga merupakan bentuk kecintaannya terhadap Indonesia. Sebab, menurutnya, selama ini sudah mulai jarang masyarakat Indonesia yang memasang bendera merah putih secara sukarela.
"Mereka kalau tidak diminta ketua RT, atau disuruh atasannya di kantor, tidak mau pasang bendera. Makanya, walaupun tidak banyak yang beli, asalkan yang jualan banyak, maka bendera merah putih akan tetap banyak yang berkibar," ujar Ali.
(mus)