Polri: Informasi Pengakuan Freddy Budiman Meragukan
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Kepolisian RI (Polri) meragukan kebenaran informasi yang diungkapkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, terkait pengakuan terpidana mati Freddy Budiman tentang dugaan pemberian uang kepada pejabat tertentu di Mabes Polri untuk melancarkan penyelundupan narkobanya.
Hal itu dikemukakan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Selasa malam, 2 Agustus 2016.
Keraguan itu muncul setelah Polri menganalisa isi percakapan yang diunggah Haris dalam akun Facebook KontraS, menjelang detik-detik eksekusi mati terhadap empat terpidana mati kasus narkoba, salah satunya Freddy Budiman.
“Kami pelajari konten, apa mungkin tersangka dibawa ke luar negeri untuk pengembangan kasus. Ada kejanggalan. Kami mulai meragukan isi informasi itu,” ujarnya.
Tak hanya itu. Polisi juga mempelajari profil Freddy, melakukan penyelidikan dan konfirmasi tentang pledoi Freddy ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Boy mengemukakan, Freddy bukan hanya pengedar tapi juga pengguna. “Kalau pengguna itu (kondisinya) tidak stabil, inkonsistensi, penuh halusinasi,” katanya.
Sementara dalam pledoi Freddy setebal 20 halaman, menurut Boy, tidak ada disebutkan nama-nama pejabat maupun instansi yang dituding.
Lantaran sejumlah kejanggalan itu semua, kata Boy, Polri meragukan kebenaran informasi itu. Namun, kapolri tetap memerintahkan untuk melakukan langkah penyelidikan internal. Polri juga tetap menerima hal ini sebagai informasi penting.
“Ini tuduhan yang tidak main-main, karena ini berkaitan dengan trust publik," ujarnya.
Seperti diketahui, jelang detik-detik eksekusi, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mem-posting tulisan di akun resmi Facebook maupun Twitter KontraS. Kesaksian itu berjudul 'Cerita Busuk dari Seorang Bandit'.
Dalam tulisan itu antara lain memuat tentang pengakuan Freddy telah memberi uang Rp450 miliar ke BNN, Rp90 miliar ke pejabat tertentu Polri, dan menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua. Itu semua diakui Freddy dilakukan selama dia menyelundupkan narkoba bertahun-tahun.
Masih dalam tulisan itu, disebutkan juga, Freddy berangkat bersama petugas BNN ke pabrik yang memproduksi narkoba di China.