Sekolah Semesta Batal Kirim Siswa ke Turki
- Dwi Royanto (Semarang)
VIVA.co.id - Sekolah Semesta Bilingual Boarding School, Semarang, Jawa Tengah, tak terlalu khawatir jika sejumlah pengajar asal Turki terpaksa ditarik ke negara asalnya. Saat ini, ada enam guru asal Turki yang mengajar di sekolah tersebut.
Kepala Sekolah Semesta Semarang, M Haris, menyatakan, pihaknya masih tetap tenang terkait isu sejumlah pengajar asal Turki di yayasannya terancam ditarik. Menurutnya, seluruh guru asing itu telah memenuhi standar aturan.
"Kami tak khawatir sama sekali. Karena posisi guru asing asal Turki memenuhi semua izin, baik keimigrasian dan izin di sejumlah kementerian lain," kata Haris kepada VIVA co.id, Selasa 2 Agustus 2016.
Dijelaskannya, dari enam guru asal Turki yang mengajar di SMP-SMA Semesta, mereka mengajar Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, Biologi, dan Bahasa Turki.
Tiga guru kini sudah mengantongi izin rekomendasi hingga Desember mendatang. Sementara tiga guru lain masih dalam proses rekomendasi.
"Kalau belum ada rekomendasi, maka kita gunakan guru asal Indonesia. Karena prinsipnya, satu guru asing didampingi dua guru Indonesia. Kalau ada masalah, maka pendamping masih mencukupi, " jelasnya.
Meski demikian, pihaknya sampai saat ini belum mendapat permintaan atau adanya konfirmasi soal pencabutan visa terhadap guru Turki di sekolahnya.
Ia juga sangat menyayangkan, jika benar adanya penarikan guru-guru asing terkait memanasnya suhu politik di Turki saat ini.
"Track record guru Turki itu bagus. Mereka berkontribusi besar mengajar anak secara langsung dan mudah mentransfer ilmu pengetahuan dengan baik, " katanya.
Usai kudeta militer di Turki, sekolah Semesta Bilingual Boarding School Semarang memutuskan untuk batal mengirimkan delapan siswa peraih beasiswa kuliah di Turki. Kedelapan siswa itu sebenarnya berangkat dengan dana beasiswa, menyusul prestasi pendidikan yang di atas rata-rata pada 2016-2017.
"Namun, karena ada tudingan itu dan juga situasi politif Turki yang belum kondusif, kami batal memberangkatkan mereka hingga batas waktu yang belum ditentukan," ujar Haris.
Haris mengaku, keputusan pembatalan diambil setelah melalui kajian matang, dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) hingga para wali murid.
"Kita tidak mau ambil risiko terhadap anak didik, jika belajar ke Turki yang saat ini sedang bergejolak. Ditambah lagi ada pernyataan dari Pemerintah Turki, jika sekolah kami berafiliasi dengan ulama Fethullah Gulen," ungkapnya.
Sebelumnya, Pemerintah Turki menuduh Gullen sebagai teroris dan punya pengaruh di Indonesia lewat sekolah-sekolah Bilingual Boarding School. Sembilan sekolah Indonesia bahkan disebut Kedutaan Besar Turki terkait dengan Yayasan Pacific Nations Social and Economic Development Association (Pasiad) dan diminta ditutup.
Pasiad inilah yang dituding berafiliasi dengan Feto, organisasi Fethullah Gullen yang dituduh sebagai dalang kudeta Turki. Namun, semua pihak, termasuk Presiden Joko Widodo, telah tegas menyanggah tudingan tersebut, dan tidak akan menutup sembilan sekolah yang dimaksud.