Ditanya Kapan Pastinya Eksekusi Mati, Jaksa Agung Kesal
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo masih berkelit kapan waktu pelaksanaan eksekusi hukuman mati. Meski kabar pelaksanaan hukuman mati tersebut santer diberitakan akan digelar malam ini, atau Jumat dini hari.
"Kalian ini nanya terus. Kita lihat situasinya (hukuman mati)," ujar Prasetyo di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat, Kamis 28 Juli 2016.
Untuk itu, dia meminta, agar publik tak berspekulasi soal kapan waktu pelaksanaan hukuman mati.
"Ini menyangkut soal nyawa jangan dispekulasikan begitu. Ini masalah nyawa, meskipun dia bersalah dan hilang hak hidupnya setelah eksekusi bagaimana pun harus dihormati, dihargai jangan dispekulasikan dulu," kata Prasetyo.
Prasetyo berujar, kemungkinan akan berkurangnya "peserta" hukuman mati bisa saja terjadi. Sebab, banding kasus yang mendera para narapidana mati bisa saja dilakukan, sewaktu-waktu.
"Setiap menit, setiap detik, tuh ada banding. Ini kasus kan tidak simple. Sabar saja," ujar dia.
Terkait, banyaknya penolakan akan hukuman mati, Prasetyo mengatakan, hal tersebut biasa terjadi. Protes penolakan itu, diakuinya memang menjadi salah satu pertimbangannya dalam mengakhiri hidup para narapidana.
"Ya, itu kan biasa. Justru, itu juga menjadi bahan pertimbangan kita. Kita dengar, tetapi masalahnya diikuti, atau tidak kan masalah kedaulatan hukum," tegas dia.
Diketahui, ke-14 nama terpidana mati yang disebut bakal dieksekusi antara lain:
1. Ozias Sibanda asal Zimbabwe. Divonis mati tahun 2001 oleh Pengadilan Negeri Tangerang dan berkekuatan hukum tetap pada 2002, lantaran menyembunyikan heroin dalam perutnya.
2. Obina Nwajagu Emeuwa asal Nigeria. Dijatuhi hukuman mati tahun 2002. Nwajagu ditangkap saat hendak membeli 45 pil heroin seberat 400 gram dari seorang warga Thailand.
Bahkan, usai dipindahkan ke Nusakambangan, Nwajagu masih bisa menjalankan bisnis narkobanya meski di dalam sel.
3. Fredderik Luttar asal Zimbabwe. Fredderik dihukum mati karena menyelundupkan satu kilogram heroin pada 2006.
4. Humphrey Ejike alias dokter asal Nigeria. Ditangkap atas kepemilikan dan memperjualbelikan 1,7 kilogram heroin. Humphrey merupakan otak dari peredaran gelap narkoba oleh sindikat narkoba di Depok, tahun 2003.
5. Seck Osmane asal Senegal. Divonis hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juli 2004. Osmane tertangkap tangan memiliki 2,4 kilogram heroin di sebuah apartemen di Jakarta Selatan.
6. Freddy Budiman asal Indonesia. Freddy, tertangkap pada 2009 karena kepemilikan 500 gram sabu. Tahun 2011 Freddy, kembali kedapatan menyimpan ratusan gram sabu. Bahkan, di balik jeruji besi, Freddy masih mengatur peredaran narkoba.
7. Agus Hadi asal Indonesia. Agus divonis hukuman mati bersama Suryanto alias Ationg dan Pujo Lestari. Agus menyelundupkan 25.499 butir ekstasi dari Malaysia ke Batam pada tahun 2006.
8. Pujo Lestari asal Indonesia. Pujo merupakan rekan Agus Hadi yang menyelundupkan 25.499 butir ekstasi dari Malaysia ke Batam pada tahun 2006. Keduanya didalangi oleh Suryanto alias Ationg yang juga divonis hukuman mati.
9. Zulfiqar Ali asal Pakistan. Zulfiqar divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada tahun 2005 atas kasus kepemilikan 300 gram heroin.
10. Gurdip Singh asal India. Gurdip Singh alias Dishal divonis hukuman mati pada 2005 setelah aparat menangkapnya dalam kasus penyelundupan 300 gram heroin pada Agustus 2004.
11. Merry Utami asal Indonesia. Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman mati kepadanya tahun 2003. Merry ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin.
12. Michael Titus Igweh asal Nigeria. Michael divonis hukuman mati lantaran terlibat dalam jaringan narkotika internasional. Michael memiliki heroin seberat 5,8 kilogram dan ditangkap tahun 2002.
13. Okonkwo Nongso Kingsley asal Nigeria. Divonis mati oleh Pengadilan Negeri Medan pada Mei 2004. Okonkwo menyimpan belasan kapsul berisi heroin seberat 1,18 kilogram di perutnya.
14. Eugene Ape asal Nigeria. Eugene divonis mati oleh PN Jakarta Pusat pada 2003. Eugene ditangkap karena menyimpan heroin seberat 300 gram yang diselipkan di antara baju yang ada dalam tas miliknya. (asp)