Wiranto Janji Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu
VIVA.co.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Jenderal (Purn) TNI Wiranto mengaku siap menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu. Namun, kata Wiranto, penyelesaian itu tetap bersyarat.
"Saya akan lanjutkan menyelesaikan masalah HAM secara adil, transparan serta bermartabat. Asal jangan merugikan kepentingan nasional. Kepentingan nasional nomor satu tetap," kata Wiranto di kantornya, Kamis, 28 Juli 2016.
Menurut Wiranto, langkah penyelesaian itu bahkan telah disusun secara bertahap berdasarkan arahan yang diberikan mantan Menko Polhukam sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan. "Pak Luhut sudah melakukan langkah-langkah untuk bagaimana menyelesaikan masalah HAM di masa lalu," kata Wiranto.
Sementara itu, Luhut yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Kemaritiman mengatakan, yakin dengan apa yang dijanjikan oleh seniornya di militer tersebut.
"Kan Pak Wiranto senior saya. Saya sudah brief semalam, kan tentara punya tradisi itu. Apa yang telah kami kerjakan, sedang, dan akan kami kerjakan. Tentu seterusnya di bawah kepemimpinan beliau, akan berjalan dengan koridor itu," ujar Luhut.
Diketahui, pada era Luhut, ada dua kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang menjadi fokus pemerintah, yakni kasus pelanggaran HAM berat 1965 atau G30S PKI, dan kasus pelanggaran HAM berat di Papua- Papua Barat.
Untuk menyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 1965, digelarlah dua simposium. Pertama, Simposium Nasional membedah tragedi 1965 yang menghasilkan berbagai tuntutan, usulan dan rekomendasi, salah satunya bahwa negara harus mengakui telah melakukan kekerasan di masa lalu itu.
Rehabilitasi, juga menjadi tuntutan yang disuarakan. Tak terkecuali, bahwa proses hukum harus tetap berjalan, meski proses rekonsiliasi juga dilaksanakan.
Kedua, Simposium Nasional yang digelar purnawirawan TNI dengan tema 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman PKI dan Ideologi Lain' menghasilkan sembilan butir rekomendasi kepada pemerintah.
Rekomendasi itu pada intinya meminta PKI meminta maaf atas pemberontakan yang mereka lakukan, meminta masyarakat tidak lagi mengungkit sejarah pemberontakan di masa lalu itu, dan meminta pemerintah menguatkan materi Pancasila dalam kurikulum pendidikan.
Sedangkan untuk penyelesaian tiga kasus pelanggaran HAM berat di Papua dan Papua Barat, yakni kasus Wasior (2001), Wamena (2003), dan Paniai (2014).
Pemerintah pada bulan Mei 2016 lalu telah membentuk tim terpadu penanganan dugaan pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Tim tersebut telah menghimpun berbagai data, informasi, dan analisa, pelanggaran HAM di Papua pada tahun 2011 lalu.
Tim terpadu juga dibentuk untuk membantu mempercepat penuntasan kasus pelanggaran HAM di bumi Cendrawasih secara holistik. (ase)