Anak Pemulung Raih Skripsi Terbaik di Unnes
Rabu, 27 Juli 2016 - 16:39 WIB
Sumber :
- Dwi Royanto/ VIVA.co.id
VIVA.co.id - Keterbatasan ekonomi dan kemiskinan yang dialami keluarga tak lantas membuat Firna Larasanti (21 tahun) berkecil hati. Mahasiswa program Bidik Misi Universitas Negeri Semarang itu berhasil membuktikan diri mampu berprestasi, di tengah kesulitan ekonomi keluarga.
Firna menjadi salah satu lulusan terbaik di kampusnya dengan predikat cumlaude. Karya skripsi mahasiswi jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang itu menjadi karya terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif 3,77. Sebuah prestasi yang membanggakan tentunya.
Baca Juga :
ITS Lombakan 2 Kapal Tenaga Matahari ke Jepang
Namun, untuk mendapatkan penghargaan itu, Firna harus bekerja ekstra keras. Sebab, kedua orang tuanya berprofesi sebagai pemulung. Putri kedua pasangan Misianto (47 tahun) dan Siti Siswati (45 tahun) itu, sempat ragu bisa meneruskan pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi.
"Kunci sukses saya meraih ini adalah yakin dan terus belajar giat. Saya yakin asalkan berusaha dan minta sama Allah keinginan kita pasti tercapai," kata Firna ditemui VIVA co.id di sela prosesi wisuda, Rabu, 27 Juli 2016.
Profesi orangtuanya itu, juga memaksa Firna terlibat membantu ekonomi keluarga dengan meluangkan waktu memunguti satu demi satu barang rongsokan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kalau bantu bapak (mulung), biasanya pas pulang sekolah. Ya pungut sampah dan milih-milih rongsokan yang bisa dijual," ujar perempuan yang tinggal di Desa Karanggeneng, Kelurahan Suur Rejo, Gunung Pati ini.
Tak cukup sampai di situ, di sela waktu belajarnya yang singkat, Firna juga sering keliling membeli buku dan koran bekas dari teman-temannya, untuk dijual kembali. Hasil kerja keluarga ini, membuat mereka mendapatkan uang rata-rata Rp50 ribu per hari.
“Kalau sedang sepi bisa di bawah itu, kalau sedang ramai bisa dapat lebih. Barang-barang rongsok begini kan harganya juga naik turun,” kata mahasiwi yang bercita-cita jadi dosen itu.
Jika masih ada waktu, Firna juga bekerja paruh waktu menjaga sebuah toko perkebunan. Dia juga pernah menjadi pelayan di rumah makan. Hal itu dijalaninya untuk mendapatkan penghasilan lebih, meski hanya Rp20 sampai Rp25 ribu setiap harinya.
Doa dan kerja keras Firna selama ini membuahkan hasil. Kini dia telah menyelesaikan studi dan menyandang gelar sarjana. Hal ini membuatnya bangga sekaligus lega. Namun capaian itu tak membuatnya berpuas diri. Setelah wisuda dia berencana mempersiapkan diri untuk meraih gelar master.
“Saya ingin kuliah ilmu politik lagi. Kalau tidak ke UGM (Universitas Gadjah Mada), saya ingin sekali kuliah ke National University of Singapore,” jelas lulusan SMA Negeri 12 Semarang itu.
Tangis Haru
Pada kesempatan ini, Misianto, ayah Firna, tak menyangka anak perempuannya itu berkali-kali disebut namanya dalam prosesi wisuda. Kedua matanya seketika berkaca-kaca menahan haru, melihat keberhasilan putrinya itu.
"Saya bangga dan tadi menangis sama ibu. Karena sebagai orangtua, pangkat saya hanya cari rongsokan, kok anak bisa berhasil seperti ini," ujar pria yang telah berprofesi menjadi pemulung selama 15 tahun itu.
Dari pekerjaan memulung sehari-hari, penghasilan Misianto tak pernah mencukupi seluruh kebutuhan sehari-hari keluarga. Hal ini semakin membuatnya takjub, karena dia yakin penghasilannya sehari-hari takkan mampu melunasi biaya kuliah anaknya. Jangankan uang jutaan untuk biaya pendidikan tinggi, hasil memulung hanya cukup menyediakan mereka rumah papan berlantai tanah.
Kata Misianto, dinding rumahnya banyak berlubang, sehingga harus ditambal dengan potongan triplek dan papan. Hanya tersedia tiga tempat tidur dalam rumah itu. Setiap kamar terpisah oleh sekat papan dan kain.
"Hasil mulung memang tidak mesti, kadang Rp40 kadang juga enggak dapat. Saya sempat minder juga, karena anak saya kumpulnya dengan anak orang berpangkat," ucap Misianto.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Profesi orangtuanya itu, juga memaksa Firna terlibat membantu ekonomi keluarga dengan meluangkan waktu memunguti satu demi satu barang rongsokan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.