Pemantauan Siaran Lebih Menantang di Era Digital
- VIVAnews/Muhammad Firman
VIVA.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat pada sidang paripurna pekan lalu, telah mengesahkan sembilan nama komisioner terpilih Komisi Penyiaran Indonesia. Mereka adalah Nuning Rodiyah, Sudjarwanto Rahmat, Muhammad Arifin, Yuliandre Darwis, Ubaidillah, Dewi Setyarini, Obsatar Sinaga, Mayong Suryo Laksono, Hardly Stefano Fenelon Pariela, dan Agung Suprio.
Komisioner terpilih memiliki latar belakang berbeda yang menyangkut bidang penyiaran. Menurut salah satu komisioner terpilih, Yuliandre Darwis, perbedaan ini justru menjadi kekuatan, karena setiap komisioner bisa saling mengisi dan menutupi.
"Secara frekuensi mudah bagi kami (komisioner) menyatukan pandangan. Kalau bersatu ini akan jadi kekuatan hebat," ungkapnya saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 25 Juli 2016.
Dia menyebut pengalaman dan latar belakang para komisioner terpilih akan memperkaya kapasitas KPI dalam memantau kualitas siaran media. Keunggulan ini juga akan menjadi modal dalam meningkatkan kualitas siaran yang akan diberikan pada masyarakat.
Yuliandre bilang, ke depannya tugas para komisioner justru semakin berat. Sebab, mereka tak hanya bertugas mengawasi siaran dalam negeri, tapi juga kandungan siaran dari media asing yang beroperasi di Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mengikuti perkembangan teknologi di mana siaran kini sudah menjangkau dunia digital.
"KPI ditantang dengan digitalisasi," ucapnya.
Selain itu, siaran kini juga tersedia melalui sambungan internet. Di mana intensitas kegemaran masyarakat terhadap layanan ini terus meningkat, terutama dengan kehadiran YouTube dan situs siaran streaming seperti Netflix. Sejauh ini, belum ada lembaga yang mengawasi siaran mereka.
Hal ini akan menjadi fokus bahasan di KPI, untuk memberikan masukan pada legislatif dalam merevisi Undang-undang Penyiaran nanti.
"Undang-undang penyiaran sudah masuk menjadi Program Legislasi Nasional, ini sudah prolegnas prioritas. Undang-undang ini harus memahami bagaimana perkembangan media seperti You Tube atau Netflix. Ini nanti siapa yang mengawasi?" ungkapnya.
Salah satu fokus kerja lainnya yang juga menjadi perhatian utama adalah, memastikan muatan lokal dan tradisi budaya Indonesia terjaga dalam setiap program siaran. "Konten asing berseliweran dahsyat, tapi konten asing ini memengaruhi konten dalam negeri ini kita, makanya jangan sampai muatan lokal kita justru kalah. Ini karakter bangsa, jangan sampai kita terancam," terangnya.
Yuliandre juga berkomitmen, sebagai komisioner termuda yang terpilih, dia akan konsisten membawa semangat dan idealismenya sebagai akademisi bidang komunikasi, untuk membawa perbaikan dalam industri penyiaran.
"Edukasi industri siaran diisi dengan tatanan baik, sehingga tak jadi hanya menjadi tontontan tapi juga punya tuntunan," ucapnya.
Yuliandre Darwis lahir di Jakarta, pada 21 Juli 1980. Dia merupakan dosen ilmu komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat. Yuliandre juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia periode 2013-2017. Serta menjadi Presiden Mahasiswa Universitas Padjadjaran dan Ketua PPI Universitas Teknologi Mara, Malaysia.