Aroma Sampah Bantargebang Makin Menyengat
- ANTARA/Risky Andrianto
VIVA.co.id – Aroma sampah yang berada di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, kini terasa begitu menyengat. Hal ini dirasakan oleh warga sekitar lokasi tersebut.
Ini terjadi pascapemutusan kontrak kerja antara Pemprov DKI Jakarta dengan pengelola TPST Bantargebang yakni, PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan PT Navigate Organic Energy Indonesia (NOEI).
Pasalnya, setelah pemutusan kontrak kerja, ribuan kubik sampah makin menumpuk di TPST Bantargebang. Sampah-sampah itu kini terbengkalai tanpa ada proses pengelolaan seperti biasanya.
"Iya, mas. Akhir-akhir ini bau sampahnya lebih menyengat setelah adanya pemutusan kontrak kerja. Pengelolaannya terhenti sejak Rabu kemarin," ungkap warga sekitar, Sunta (49), Sabtu, 23 Juli 2016.
Dijelaskan Sunta, ia menilai lebih tajamnya bau sampah yang ada di TPST itu, lantaran sampah di lokasi tak lagi ada yang mengelola dan diproses seperti sebelumnya. "Sekarang mah sampah ya cuma dibuang saja oleh truk yang setiap jamnya datang ke lokasi," ujarnya.
Maka dari itu, kata Sunta, bau sampah yang saat ini terasa lebih kuat dianggap sangat wajar. Sejak pemutusan kontrak pengelola TPST Bantargebang, tidak ada lagi aktivitas pengolahan sampah yang biasa berlangsung setiap harinya.
Bahkan saat ini, sampah-sampah yang datang melalui ratusan truk-truk milik DKI Jakarta, kini diurus sendiri oleh para sopir. Biasanya ada puluhan alat berat dan petugas yang siaga membantu proses pengangkutan dan pengolahan sampah tersebut.
"Sering akhir-akhir ini puluhan truk mengantre untuk proses pembuangan muatan sampahnya. Biasanya lebih cepat dengan bantuan alat berat dan petugas di lokasi yang langsung mengatur dan mengelola sampah dari dalam truknya," jelas dia.
Sementara itu, salah seorang sopir truk sampah DKI Jakarta, Sigit Susanto mengakui apabila pembuangan sampah dari truk ke lokasi, tidak seperti sebelumnya. Biasanya adanya alat berat dan petugas di lokasi yang membantu prosesnya.
Dalam proses pembuangan muatan sampah dari truk itu, kata dia, tak bisa hanya mengandalkan hidrolik dari truk saja. Sampah tersebut membutuhkan alat pengeruk agar bisa cepat diturunkan dari truk ke lokasi.
"Sekarang jadinya truk sampah DKI membutuhkan waktu cukup lama untuk membuang sampah di titik pembuangan. Kami tak bisa hanya menggunakan hidrolik truk untuk membuang sampah tanpa dibantu alat berat (backhoe)," ujar Sigit.
Berdasarkan data yang diperoleh, tiap harinya sampah warga DKI Jakarta yang terhitung oleh PT. GTJ adalah sebanyak 7.000 ton. Sampah tersebut harusnya langsung diolah menjadi kompos dan ditimbun menggunakan sistem sanitary land fill untuk proses menghasilkan listrik.