Batu yang Tak Bisa Asal Potret di Situs Pahlawan Mongisidi
- VIVA.co.id/Agustinus Hari
VIVA.co.id – Kota Manado di Sulawesi Utara memiliki banyak situs sejarah purbakala yang patut diketahui masyarakat. Salah satunya, Batu Niopo di Kelurahan Malalayang I Lingkungan VII, Kecamatan Malalayang, Manado.
Tak gampang untuk melihat langsung batu itu. Jika ingin mengetahui sejarah batu itu wajib menemui Yohan Mongisidi, yang rumahnya persis di depan batu yang mirip benteng kecil. Kalau tidak bertemu lebih dulu dengan Yohan, jangan harap bisa ke batu itu, bahkan saat mengambil gambar dipastikan gambar itu akan rusak. Tak banyak orang yang mujur saat memotret dan hasilnya selalu bagus.
“Ya, tidak boleh sembarangan. Sudah banyak contoh pengunjung yang datang ke sini, saat ambil foto tidak muncul fotonya. Maka harus saya yang mendampingi karena saya harus bertanya (berdoa) dulu kepada Jopo (baca: Yopo) Lramo, yakni Sang Pencipta, yang kami percaya tinggal di batu keramat milik Suku Bantik tersebut,” ujar Yohan kepada VIVA.co.id pada Kamis, 21 Juli 2016.
Batu Niopo, situs purbakala leluhur Pahlawan Nasional, Robert Wolter Mongisidi, di Kelurahan Malalayang I Lingkungan VII, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara. (VIVA.co.id/Agustinus Hari)
Sang ‘pemegang’ kunci batu ini tak lain adalah ponakan dari Pahlawan Nasional, Robert Wolter Mongisidi. Bote, sebutan pahlawan gagah berani itu, putra terbaik etnis suku Bantik.
Sebelum ke lokasi batu, sambil duduk di pendopo miliknya, Yohan menceritakan bahwa Batu Niopo berbentuk datar tegak mirip pusara. “Batu Niopo merupakan tempat keramat bagi Suku Bantik karena di situ diyakini ada leluhur Jopo Lramo, Sang Pencipta, sama seperti Tuhan, atau Tete Manis sebutan orang Papua. Ada pohon di dalam pusara itu diyakini tempat turunnya Jopo sehingga leluhur-leluhur Suku Bantik berdoa memohon kepada Jopo. Kalau kita yakin Jopo itu ada, ya, berarti ada. Tapi kalau tidak, ya, tidak,” ujarnya.
Yohan memperlakukan tempat itu dengan penuh hormat. Terlihat dia melepas alas kaki karena tidak ingin mengotori tempat keramat itu. Sebelum masuk dan memotret, Yohan meminta izin terlebih dahulu kepada Jopo Lramo.
Terlihat Batu Niopo dikelilingi tanaman, pepohonan, dan tembok semen. Tepat di depan Batu Niopo ada sebuah patung berwarna kuning keemasan yang dinaungi pondok, yakni Monumen Robert Wolter Mongisidi.
“Monumen ini awalnya berada di Sario dekat Rumah Sakit Ratumbuysang Manado, akhirnya dipindahkan ke tempat lahirnya yaitu di Malalayang sini, di mana Suku Bantik menetap. Ya, Pahlawan Nasional RI ini adalah seorang anak suku Bantik,” katanya.
Sejak Patung Wolter Robert Mongisidi dipindah di depan Batu Niopo yang adalah leluhurnya, banyak tokoh nasional, terlebih dari TNI, yang datang berkunjung dan berdoa sehingga mereka sukses dalam karier.
“Pak Rudini salah satunya pernah datang. Beliau Panglima Kodam XIII/Merdeka (1978), kemudian menjadi Panglima Kostrad (1981), Kepala Staf Angkatan Darat (1983-1986). Juga pernah menjabat Menteri Dalam Negeri dan Ketua Komisi Pemilihan Umum. Penasihat spiritual Gus Dur, Bona, juga pernah mampir di batu ini,” ujarnya.
Presiden Sukarno pernah bertutur, kalau Indonesia memiliki lima pejuang seperti Robert Wolter Mongisidi, Indonesia akan sangat luar biasa. “Makanya meski makam Robert ada di Makassar, tapi patungnya berada di sini,” kata Yohan.
Sejak kapan batu ini ada? Menurut Yohan, sebelum Kota Manado ada, batu ini sudah di sini. “Tempat ini sudah ada sebelum Kota Manado ada. Sebab suku etnis Bantik telah ada sejak dahulu kala. Sejak awal para leluhur-leluhur kaum etnis suku Bantik jadikan tempat ini untuk upacara spiritual dengan maksud dan tujuan bermohon kepada Yang Maha Kuasa, meminta petunjuk.”
Jadi diyakini tempat itu dijaga para leluhur-leluhur yang tingkat kesaktiannya luar biasa, tinggi tiada tandingan. Batu itu juga jadi lokasi utama dari tiga batu lain yang berdekatan, yakni Batu Buaya, Batu Kuangang, dan Batu Lrana. “Kalau mau ke batu lain harus melapor dulu di Batu Niopo, apakah direstui atau tidak," ujar Yohan.