Rizal Ramli Bicara Keamanan dan Kekayaan Natuna
- ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id – Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, menyebut soal kekayaan alam di Natuna yang berpotensi direbut negara luar. Indonesia harus hadir agar peristiwa seperti lepasnya Pulau Ligitan dan Sipadan ke tangan Malaysia beberapa tahun lalu tidak terjadi.
Lepasnya Ligitan, kata Rizal, di antaranya disebabkan tidak aktifnya negara di kawasan perbatasan itu. "Ligitan lepas karena saat itu Malaysia yang hadir. Sebab itu, ketika di pengadilan di Den Haag, pengadilan mengakui, de facto, Malaysia punya Ligitan," katanya di hadapan kiai Nahdlatul Ulama (NU) di kantor NU Jatim, Surabaya, Kamis, 21 Juli 2016.
Sebab itu, kehadiran pemerintah di pulau yang coba direbut negara tetangga, Natuna, menurutnya harus ditunjukkan. "Waktu Natuna belum dijaga, 2.600 kapal beroperasi di wilayah itu dari luar. Setelah ditembaki, sekarang paling hanya 900 kapal," ujar Rizal.
Selain soal perbatasan, Rizal menyebut ancaman lain dari asing di bidang sumber daya alam, seperti sumber mineral di blok Masela, emas di Papua, dan lainnya. Kekayaan itu milik Indonesia, tapi hanya sedikit yang dinikmati masyarakat Indonesia.
Banyak sebab itu terjadi. Tapi Rizal menerangkan dua sebab utama, yakni cara berpikir bangsa Indonesia yang ketinggalan dibandingkan dengan negara luar, termasuk negara tetangga. "Solusinya, harus dilakukan revolusi cara berpikir," katanya.
Sebab kedua, lanjut Rizal, masih adanya mafia-mafia yang bermain di lingkaran bisnis sumber daya alam. Dia menyebut contoh pengelolaan gas di blok Masela yang melimpah.
"Di Masela banyak sekali ladang gas. Tapi ada kelompok (mafia) berpikir model lama. Gasnya maunya diolah di laut, lalu diekspor ke luar negeri," kata dia.
Rizal mengaku, menolak cara itu. Sebab, jika dikelola di laut, blok Masela tidak akan memberi manfaat besar kepada masyarakat sekitar.
"Rakyat tidak akan tahu. Tapi saya digebukin habis-habisan sama kelompok yang berpikir cara lama ini," kata Rizal.