RS Vaksin Palsu Sudah Banyak, Pemkot Bekasi Baru Beraksi
- VIVA/Hary Fauzan
VIVA.co.id – Demi mencari solusi dan menentukan sikap terkait peredaran vaksin palsu di daerahnya, Pemerintah Kota Bekasi berencana mengumpulkan organisasi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) di wilayahnya.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan Dinas Kesehatan akan mengadakan pertemuan dengan IDI dan ARSSI pada Senin, 18 Juli 2016 pagi.
"Kami ingin cari solusi bersama mereka dalam menangani persoalan vaksin palsu yang melibatkan sejumlah rumah sakit. Khususnya, yang ada di wilayah kami," kata Rahmat di Bekasi, Jawa Barat, pada Minggu malam, 17 Juli 2016.
Lebih jauh, dalam pertemuan nanti Pemkot akan membahas seputar evaluasi dari prosedur operasional standar (SOP) distribusi vaksin dari hulu hingga hilir.
"ARSSI dan IDI akan membahas seputar SOP yang baku terkait medis untuk mengantisipasi terulangnya kasus ini di kemudian hari," katanya.
Tidak hanya itu, akan dibahas terkait sanksi rumah sakit (RS) yang terbukti mengedarkan vaksin palsu serta kompensasi yang ideal bagi para korban vaksin palsu di wilayahnya.
"Tentunya untuk membuktikan peredaran vaksin palsu ini butuh data empiris dan juga disertakan hasil cek laboratorium bahwa tubuh anak telah terkontaminasi vaksin palsu," ujarnya.
Dan diakui Rahmat, kalau terbukti ada rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu, pihaknya tak akan segan-segan memberikan sanksi tegas berupa pencabutan izin usaha rumah sakit tersebut.
"Kalau ada unsur kesengajaan dan jelas mencari keuntungan dari vaksin palsu itu, kami akan cabut izinnya," katanya.
Oleh sebab itu, kata Rahmat, pertemuan dengan orang-orang yang dianggap kompeten di bidangnya itu akan bisa menjadi masukan dalam menerapkan kebijakan.
Padahal, menurut data yang diumumkan Satgas Penanganan Vaksin Palsu, rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang menggunakan vaksin palsu paling banyak ditemukan di Bekasi. Temuan itu bahkan sudah diumumkan beberapa hari silam.
"Pertemuan ini sangat penting dalam menentukan sikap dan memutuskan kebijakan yang diambil nanti, sehingga benar-benar tepat dalam menanggulangi persoalan vaksin palsu," katanya.