Orangtua Korban Vaksin Palsu Ultimatum RS Harapan Bunda
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Nama Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur, mendadak banyak menghiasi halaman media massa sejak rumah sakit ini diumumkan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek sebagai salah satu dari 14 rumah sakit penerima vaksin palsu.
Sejak pengumuman Kamis lalu, 14 Juli 2016 itu, orangtua korban mulai berdatangan ke rumah sakit yang terletak di Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur. Termasuk pada hari ini, Minggu, 17 Juli 2016, para orangtua korban mendatangi posko yang dibuka oleh rumah sakit itu. Sayang, mereka kecewa lantaran posko ditutup pada siang hari.
Keluarga korban kecewa dan menuding rumah sakit tersebut tidak pernah merealisasikan komitmen mereka dalam kasus ini. Keluarga merasa tidak bisa percaya pada rumah sakit.
"Rasa krisis kepercayaan kami kepada pihak manajemen rumah sakit Harbun. Yang paling utama adalah menerbitkan data pasien tahun 2003 sampai 2016. Sebagai rumah sakit yang baik dan benar, harusnya memiliki data tersebut. Malah kita pasien yang diminta mengisi data. Ada pasien yang mengisi 2 sampai 3 kali tapi tidak tahu, ujung-ujungnya ke mana raib begitu," kata Ketua Aliansi Korban Vaksin Palsu Harapan Bunda, August Siregar.
August mengatakan, sebelumnya dalam salah satu pernyataannya, RS Harapan Bunda berkomitmen soal data pasien.
"Kalau crisis centre kami jelas, bahwa ada surat pernyataan yang akan digunakan Bapak Alvon (Alvon Kurnia Palma/Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) untuk dapat mengakses semua rekam medis dari semua pasien,” ujarnya.
August mengatakan ultimatum yang seharusnya bisa dilakukan oleh Menkes. "Tadi malam saat Satgas datang kemari, kami tekankan dan kami sampaikan surat tuntutan kami kepada mereka," tegasnya.
Dia mengatakan kemarin malam, keluarga korban menekankan agar Kemenkes memberi ultimatum kepada RS Harapan Bunda.
"Adapun penekanan yang kami sampaikan kepada Satgas, khususnya ibu Dirjen, kami sampaikan kepada mereka, Menkes sebagai pihak yang memberikan izin pada rumah sakit harusnya dapat memberikan ultimatum kepada pihak RS Harapan Bunda untuk dapat merealisasikan tuntutan korban yang mendapat vaksin palsu," kata dia.
August meminta perhatian kepada RS Harapan Bunda agar sigap menangani para korban vaksin palsu.
"Kami tekankan sekali kepada mereka untuk segera melakukan tindakan medis karena banyak korban-korban ini pada saat ini belum mendapat pertolongan dokter," tuturnya.
Berikut tujuh tuntutan orangtua anak korban vaksin palsu:
1. Mendesak pemerintah dan rumah sakit menerbitkan daftar pasien pasien yang diimunisasi di RS Harapan Bunda periode 2013-2016.
2. Menuntut untuk mengetahui vaksin palsu atau asli harus dilakukan medical check up di RS yang lain. Seluruh biaya ditanggung Rumah Sakit Harapan Bunda. Rumah sakit yang akan melakukan medical check up ditentukan oleh orangtua korban.
3. Vaksin ulang harus dilakukan apabila hasil dari medical check up ternyata menunjukkan pasien terindikasi vaksin palsu dan semua biaya ditanggung RS Harapan Bunda.
4. Segala akibat dari vaksin palsu yang berdampak kepada para pasien maka menjadi tanggung jawab dari RS Harapan Bunda berupa jaminan kesehatan meng-cover sampai waktu yang tidak ditentukan.
5.Bagi anak yang sudah lewat usia vaksinasi maka RS Harapan Bunda berkewajiban memberi asuransi kesehatan untuk para pasien sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
6.Pihak manajemen RS Harapan Bunda harus memberikan informasi terkini kepada orangtua korban, tidak terbatas informasi dari pihak pemerintah atau instansi lain bersifat proaktif.
7. Adapun hal-hal lain yang belum tercantum dalam poin di atas akan disampaikan selanjutnya. (ase)