Sanusi Dijerat Pasal Cuci Uang, Tersangka Bisa Bertambah
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sepuluh saksi terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Mohamad Sanusi yang ditangkap saat menjabat Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Selain dugaan suap terkait pembahasan Raperda Zonasi (Reklamasi), KPK telah menetapkan Sanusi sebagai tersangka atas kasus dugaan pencucian uang.
Kapala Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, mengatakan penetapan itu dilakukan setelah melakukan pengembangan penyidikan, berupa seperti aset yang dimiliki oleh Sanusi. Namun, mengenai detail aset tersebut, dia enggan membeberkannya.
"Ada beberapa aset yang disita penyidik, berupa barang bergerak berupa mobil dan uang yang nilainya nanti kita informasikan lagi lebih detail," ucapnya di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin, 11 Juli 2016.
Sanusi telah melanggar pasal 3 atau pasal 4 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Diketahui, surat perintah penyidikan telah ditandatangani pimpinan KPK pada 30 Juni 2016.
"Untuk saat ini tersangka baru MSN (Sanusi) dan setelah ditetapkan sebagai tersangka ada beberapa langkah yang umum dilakukan, seperti pemeriksaan saksi, pelacakan aset itu yang diintensifkan, dan dilakukan pengamanan aset berupa cara bisa penyitaan atau bisa pemblokiran," tuturnya.
Priharsa mengungkapkan saat ini pihaknya terus memperdalami kasus dugaan pencucian uang yang dilakukan Sanusi. Sebab, kata dia, dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ada dua utama yang ditelusuri, di mana yang pertama adalah sumber dan kedua peruntukannya.
"Jadi ke mana larinya, di mana beradanya aset-aset. Sampai saat dilakukan pendalaman kalau nanti cukup bukti, bisa bertambah tersangka," kata Priharsa.