ICJR: Hukuman Mati Gagal Timbulkan Efek Jera

Ilustrasi/Hukuman mati.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Pemerintah Indonesia, melalui Kejaksaan Agung, bersikukuh dengan rencana mengeksekusi terpidana mati pasca Lebaran ini.

Kasus Aning yang Tega Mutilasi Ponakan Demi Harta Divonis Hukuman Mati

Menanggapi rencana itu, Institute for Criminal Justice Reform terus mendesak agar pemerintah menunda rencana tersebut dan mulai menerapkan moratorium hukuman mati sambil menunggu selesainya pembahasan dan disahkannya Rancangan KUHP di DPR. Sebab, DPR telah sepakat menjadikan hukuman mati sebagai pidana khusus alternatif.

Praktik eksekusi oleh pemerintah, kata Koordinator ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono, ternyata menimbulkan pasang penggunaan hukuman mati dalam pengadilan di Indonesia.

Terjerat Pasal Pembunuhan Berencana, Tersangka Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Terancam Hukuman Mati

Hal ini didorong citra tegas yang dipertontonkan Presiden Joko Widodo dengan cara mengeksekusi mati, menjadi populer di kalangan jaksa dan hakim. Dengan tujuan efek jera, aparat penegak hukum berlomba-lomba menggunakan pasal hukuman mati.

"Intinya karena darurat narkoba, maka hukuman mati dilakukan biar enggak terjadi kejahatan tersebut, biar orang pada takut," ujar Supriyadi pada VIVA.co.id, Senin, 11 Juli 2016.

Pemecatan dan Hukuman Mati Menanti AKP Dadang Usai Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan

Namun, efek jera yang diinginkan pemerintah dalam praktik eksekusi mati, menurutnya, gagal. Sehingga, vonis mati menjadi seperti upaya pembalasan terhadap perbuatan pidana. 

"Harusnya setelah eksekusi tahap satu dengan jargon efek jera, jumlah kejahatan yang dihukum mati makin sedikit karena orang jadi takut. Tapi faktanya, justru enggak berubah, oleh karena itu jargon efek jera enggak relevan," ujar Supriyadi.

Supriyadi menegaskan, ICJR tetap berpandangan bahwa hukuman mati seharusnya semakin jarang digunakan dalam pengadilan.

“Fakta menunjukkan bahwa kebijakan hukuman mati berbasis efek jera yang selalu digunakan oleh pemerintahan Jokowi menunjukkan kegagalan. Deretan kasus terpidana mati yang di terjadi di pengadilan Indonesia sudah jelas lebih bersifat pembalasan ketimbang menimbulkan efek jera," tuturnya.

Berdasarkan pantauan ICJR dari 2015 hingga Juni 2016, tren hukuman mati di tingkat penuntutan maupun di tingkat putusan pengadilan negeri menemukan ada 26 terdakwa hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum, dan 17 terdakwa dijatuhi hakim pengadilan negeri hukuman mati. Sementara itu, terdakwa yang dituntut dan diputus hukuman mati pada 2016 ada 16 orang.

Supriyadi menjelaskan, jika dibanding tahun 2015, terlihat penggunaan hukuman mati tahun ini masih tinggi. Dalam monitoring ICJR, tercatat terdakwa yang dijatuhi hukuman mati tahun 2015 yakni 37 orang, sedangkan jumlah terdakwa yang dituntut dan diputus hukuman mati pada 2015 ada 26 orang.

"Pada tahun 2016 ini hukuman mati yang dituntut oleh jaksa dan diputuskan oleh pengadilan paling tinggi dalam kasus narkotika, menyusul kasus pembunuhan berencana. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi hukuman mati di tahun 2015," kata Supriyadi.

ICJR pun mendorong pengadilan yang lebih berkualitas dalam kasus-kasus hukuman mati dalam memberikan efek jera, karena masih melihat banyak kelemahanan terjadi terkait fair trial atau pengadilan yang adil dalam hukum acara pidana Indonesia. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya