Pakai Vaksin Palsu, Manajemen Rumah Sakit Dinilai Bermasalah
- Pixabay/Ann_San
VIVA.co.id – Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar pembuatan vaksin bayi palsu di sejumlah wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Sejauh ini, ada 15 tersangka yang diduga terlibat jaringan pembuat vaksin palsu, termasuk dua tersangka yang ditangkap di Semarang, Jawa Tengah.
Para tersangka diduga berperan sebagai pembuat, distributor, kurir dan pemasang label pada kemasan vaksin palsu. Tak ada oknum di rumah sakit yang diduga terlibat dengan jaringan ini, meski peredaran vaksin diduga tersebar di empat rumah sakit swasta di Jakarta dan sejumlah apotek.
Melihat adanya vaksin yang digunakan rumah sakit, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, ada kesalahan manajemen di rumah sakit sehingga vaksin palsu tersebut bisa masuk dan digunakan sebagai tindakan medis. “Petugas rumah sakit dalam pengadaan barang, di situ kan bisa dilihat barang itu berasal dari perusahaan resmi atau tidak resmi, pasti yang menggunakan itu manajemennya bermasalah," ujarnya saat berbincang dengan tvOne, Selasa, 27 Juni 2016.
Menurut Tulus, perusahaan distribusi farmasi akan memiliki dokumen sah mengenai sumber obat yang mereka miliki. Hal ini tentu akan sulit dilakukan oleh para pembuat vaksin palsu. "Mestinya tidak sulit, karena kan nama rekanan itu banyak, yang palsu kan pasti tidak legal (dokumennya)," ujarnya menambahkan.
Pada masyarakat, Tulus berpesan agar berani bertanya pada dokter atau pihak rumah sakit, mengenai sumber obat-obatan yang diberikan untuk tindakan medis. Hal ini menjadi hak semua orang sebagai konsumen. "Masyarakat tidak mungkin vaksinasi sendiri, pasti lewat tenaga kesehatan. Ini harus diusut, dia (rumah sakit) korban atau bagian dari jaringan. Pasien berhak meminta second opinion, ada jaminan bagaimana pihak rumah sakit mendapatkan obat," kata Tulus.
YLKI mengajak masyarakat untuk mengajukan gugatan publik atau class action pada pemerintah, jika tidak bisa memberikan kejelasan mengenai peredaran vaksin palsu ini. Sebab, konsekuensi pemberian vaksin palsu pada masyarakat adalah setiap anak tidak akan memiliki imun yang seharusnya mereka dapatkan. "Pada titik tertentu konsumen harus tahu, karena dulu palsu kan harus diulang."
(mus)